Sunday 3 May 2015

Moonlight Sculptor Vol 3 Chapter 3

Instrumen dan Intrik


    Kau adalah petualang pertama yang memasuki tomb of the instrument-loving dwarf.

    Fame meningkat sebanyak 200.
    Dobel experience dan dobel item drop rate.
    Monster pertama yang dibunuh akan menjatuhkan item terbaik.

"Wow!"

"Keren."

"Kita orang pertama yang menemukan tempat ini!"

Kuartet Dwichigi berteriak kegirangan saat mereka memasuki dungeon. Level mereka lebih tinggi dari rata-rata, namun kebanyakan level mereka didapat dari membunuh player lain, bukan dari berburu. Jadi, ini adalah pertama kalinya bagi mereka untuk menemukan dungeon.

"Ayo! Mulai dari sini, percaya saja pada kami."

Dengan berani, kuartet itu memimpin di depan. Dari awal, tujuan mereka menuruni ngarai memang untuk hal ini, jadi setelah mereka sampai, semangat mereka langsung menjadi tinggi.

"Ini menyenangkan! Ya kan, Weed?"

Mapan merasa senang. Itu adalah pengalaman yang langka bagi seorang merchant. Weed hanya menganggukkan kepalanya tanpa banyak bicara.

'Jadi tujuan mereka adalah untuk membawa kita kesini.'

Sekarang, ia mulai mengetahui maksut dari tingkah laku kuartet itu. Hal ini menjelaskan kenapa mereka bersikap terlalu baik, dan kenapa mereka mengajak mereka menuruni ngarai.

'Orang-orang ini tak ingin keluar dari Bar Khu Mountain range, dari awal tujuan mereka adalah untuk menemukan tempat ini. Mereka pasti mempunyai informasi tentang tempat ini.'

Pada saat ini, tak perlu bagi Weed untuk menunjukkan bahwa ia tahu apa yang sebenarnya terjadi, jadi Weed memutuskan untuk tetap berakting seperti orang idiot yang tak tahu apa-apa.

"Berkat Gran kita bisa mengalami petualangan yang seru seperti ini. Sculptor tak bisa mendapat pengalaman seperti ini dengan mudah..."

"Ya, percayalah pada kami. Berburu dengan orang lain adalah salah satu kesenangan di Royal Road."

Keempat anggota Dwichigi terus membuat jalan selagi mereka masuk lebih dalam. Weed dan Mapan mengikuti mereka perlahan-lahan.

"Keeek! Musuh."

"Musuh muncul!"

"Manusia itu masuk sarang kita."

Manusia serigala!

Masuk ke kuburan lebih dalam, lycanthrope yang tengah bersantai disamping api unggun bereaksi. Ada banyak lycanthrope hidup di dalam dungeon ini. Lycanthrope memiliki populasi yang besar di Bar Khu mountain range. Para werewolf sudah berubah menjadi mode serigala mereka dan menyerang.

"Hah, mereka cuma lycanthrope?"

"Mengecewakan sekali!"

Kuartet tersebut mengeluarkan pedang mereka dan dengan mudah mengurus para lycanthrope. Para lycanthrope disini lebih kuat daripada yang ada di luar, namun mereka tak bisa mengalahkan sabetan pedang Gran dan Levi.

'Mereka kuat.' pikir Weed.

Bukan hanya level mereka. Mereka juga memiliki reflek dan pemikiran yang bagus. Mereka tahu dimana dan apa dan juga bagaimana mereka harus menyerang musuh. Mereka berbakat dalam pertempuran!

'4 player... apakah mereka kuartet Dwichigi?'

Film yang pernah dilihat Weed di sebuah website muncul dalam pikirannya. Video yang diupload oleh korban yang ingin balas dendam. Ia tak terlalu mengingat wajah mereka, namun setelah ia melihat bagaimana mereka bertarung, Weed mengetahuinya. Tapi ia hanya menghela nafas.

'Sepertinya mereka benar-benar pemula soal penjelajahan.'

Monster pertama yang dibunuh akan menjatuhkan item terbaik yang bisa didapat. Jadinya, akan lebih baik untuk mengusir para lycanthrope dan berburu monster sekelas boss. Namun sepertinya kuartet itu tak tampak peduli dan terus masuk lebih dalam. Salah satu keuntungan yang didapat ketika menemukan dungeon ini telah terbuang sia-sia.

"Kalian cukup percaya pada kami."

"Ya, cukup itu saja."

Keempat orang itu tertawa terbahak-bahak sambil membantai lycanthrope.
Dan juga, seseorang tak bisa mengabaikan kemampuan bertempur mereka. Level skill seorang PK akan lebih tinggi dibanding player normal dengan level yang sama. Mungkin karena pengalaman mereka melawan orang lain, mereka lebih lihai ketika melawan monster. Mereka bisa mengincar titik kelemahan lawan, dan mereka bertarung dengan bagus sebagai grup.

Sebagai tambahan, mereka menggunakan uang layaknya berfoya-foya. Mereka meminum potion HP, MP, dan stamina yang berharga 5 gold sebiji layaknya meminum air. Mereka mendapatkan uang dari hasil menjual item yang didapat dari membunuh player lain.

Jika mereka mendapatkan uang dari berburu, mereka tak akan menghabiskannya seperti itu. Mereka bahkan tak mengambil koin copper atau drop yang dijatuhkan lycanthrope. Kuartet itu berpikir bahwa menjual item yang mungkin laku beberapa silver di toko adalah hal yang merepotkan. Bagi Weed yang bahkan akan melompati ngarai hanya untuk 1 copper, kuartet itu layaknya orang dari dunia yang berbeda.

'Haruskah aku menjadi tukang PK? Aku bakal kehilangan semua fame yang sudah kudapat, tapi kayaknya aku bisa dapat banyak uang...'

Selagi Weed mengambil copper-copper yang terjatuh sambil melihat mereka bertarung, Mapan berada dalam bahaya. Satu lycanthrope mampu melewati kuartet itu dan mendekatinya.

"Eek! Ada lycanthrope..."

Mapan melihat ke arah Weed, berharap untuk diselamatkan. Malahan, reaksi yang ditunjukkan Weed benar-benar mengagetkan Mapan.

Ia sudah melihat Weed membantai banyak lycanthrope.
Lycanthrope yang sangat, sangat banyak! Begitu mereka muncul, Weed mengeluarkan teriakan keras.

"HIAAAAAAAAAT!"

Lalu, para lycanthrope dihajar sampai mati. Ketika pedangnya sedang membutuhkan perbaikan dan tak dapat digunakan, Weed menendang dan bahkan menanduk menggunakan kepalanya. Bagi Weed, tak ada yang tak mungkin dalam sebuah pertarungan. Memang aneh rasanya untuk memiliki keyakinan seperti ini, tapi ia merasa lycanthrope tak menakutkan sama sekali. Itu karena ketika Weed ada disampingnya, Mapan tak takut akan apapun. Ia percaya Weed akan melindunginya. Itu adalah sesuatu yang benar-benar dipercaya oleh Mapan.

Namun... bagaimana bisa ini terjadi?
Weed kelihatan jauh lebih ketakutan daripada Mapan. Wajah Weed berubah menjadi pucat pasi, tubuhnya gemetar ketakutan, penuh keputusasaan.

"Uh... Weed?"

Ketika Mapan mencoba mengatakan sesuatu, Weed malah menutupi mulutnya.

"Ack! Apa kita akan mati?"

"..."

Mapan kehilangan kata-kata. Ia tak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Weed. Lycanthrope pun menyerang!

"Grauuuu!"

Lycanthrope itu menyerang ke arahnya, namun Mapan menghindar dengan berguling di tanah tanpa ada waktu untuk berpikir. Sekalipun begitu, ia baik-baik saja. Mapan telah sering melihat Weed bertarung, jadi ia sudah terbiasa dengna serangan Lycanthrope. Lycanthrope akan maju duluan dan kemudian menyerang dengan rahang dan cakar, dan karena itu, Mapan bisa menghindari serangan mereka dengan tipis. Weed juga berguling untuk menghindari serangan lycanthrope. Tubuhnya terlihat kotor dan pakainnya juga kacau. Lycanthrope itu mengejar target yang paling dekat, yaitu Weed.

"Uwaaaaaaa!"

Tapi Weed berhasil menghindari serangan mereka dengan terus berguling. Untungnya, ketika Weed berguling di dekat kuartet, Margaux dengan cepat membunuh lycanthrope yang mengejarnya. Setelah pertarungan, kuartet itu meminta maaf pada Weed dan Mapan.

"Kami minta maaf. Sampai-sampai membiarkan satu lycanthrope lewat, kami membuat kesalahan yang besar."

"Tak apa; toh kita masih hidup. Terima kasih telah menyelamatkan kami..."

Mendengar kata-kata Weed, Halman tersenyum lebar.

    -Seperti yang kukira, orang-orang ini tak ada apa-apanya.

    -Percuma dah kita curiga, cuma gara-gara equipnya kelihatan bagus.

    - Well, equip yang dia pake cuma equip biasa yang bisa dipake semua profesi. Dan juga cuma level 100an. Pedang yang ada di pinggangnya juga sama.

    - Kalau gitu ayo cepat!

Kuartet itu akhirnya merasa lega dan tak lagi memiliki rasa was-was. Namun, mereka tak menyadari niat rahasia Weed.

Lycanthrope!
Weed melihat ketika satu lycanthrope melewati tebasan dari kuartet itu. Tampak kebetulan bahwa salah satu dari monster bisa melewati kuartet itu dan membahayakan Weed dan Mapan, namun tidak. Mengingat kemampuan bertempur dari kuartet itu, situasinya bisa diatasi. Namun mereka membiarkan satu monster lewat dengan sengaja, untuk melihat bagaimana Weed dan Mapan akan beraksi. Dan Weed bertingkah seperti orang yang idiot.

***

Booom! Crack!
Brrrrrrrrrrrrrr!

"Aaaaahhh!"

Tanpa adanya thief atau adventurer di dalam party, jebakan tak bisa dihilangkan. Lantai-lantai mengeluarkan jarum dari besi yang tiba-tiba muncul atau tertindih karung berat berisi pasir, hal itu sering terjadi. Mereka jatuh dalam semua jebakan yang ada dan bahkan kadang-kadang jatuh dalam jebakan yang sama. Di mata Weed, jebakan yang ada bisa ia lihat dengan jelas, dan melihat kuartet itu terkena jebakan lagi dan lagi, ia sampai ingin memberitahu mereka dimana jebakan selanjutnya berada.

"Gah, cukup percayalah kami."

Tentu saja, pikiran untuk mempercayai mereka menghilang setelah melihat Halman berteriak-teriak sembari darah lebat mengucur dari tubuhnya. Kuburan dwarf memiliki dua lantai bawah tanah. Gran menemukan tangga yang mengarah kebawah dan terus maju tanpa ragu-ragu.

"Haha, dewi keberuntungan tersenyum pada kita."

Gran tertawa lepas. Weed tak menganggap tawanya sebagai hal yang serius. Mereka sampai di lantai kedua bawah tanah. Lantai ini memiliki jebakan yang lebih berbahaya dan dipasang dimana-mana. Lycanthrope yang kadang-kadang muncul memang tak menakutkan sama sekali, tapi tak ada akhir dari jebakan yang ada.

Srururuk!
Minyak tertumpah dari langit-langit, dan tanpa memberikan waktu untuk bereaksi, minyak itu tiba-tiba terbakar. Halman, yang HP nya sudah sangat rendah, mati terbakar dan terpaksa log out. Weed dan Mapan yang mengikuti dari belakang dengan pelan selamat.

"Bah..."

"Jebakannya benar-benar gak masuk akal."

Sisa anggota dari kuartet itu tak merasa sedih melihat kawan mereka mati. Mereka melihat kematian Halman sebagai hal yang baik. Lebih sedikit orang berarti lebih banyak bagian yang bisa didapat.

'Hanya sisa dua lagi.'

'Hmm, jika satu orang lagi mati, aku akan dapat...'

'Aku ingin menjadi satu-satunya yang bertahan.'

Mereka tak punya rasa setia. Setelah kematian Halman, mereka diam-diam berharap bahwa yang lain juga ikutan mati. Dan mereka sudah berencana untuk membunuh Weed dan Mapan pada waktu yang tepat.

"Tapi..." Gran tiba-tiba bicara.

"Sedikit tak adil rasanya kalau cuma kami yang memiliki resiko tinggi."

Margaux dan Levi terkejut dengan kata-kata Gran.

    -Gran, ngomong apa kau ini?

    -Kita butuh seseorang untuk dikorbankan ketika sampai di ruangan petir. Apa kau ingin membunuh mereka sekarang?

    - Lihat saja. Aku punya ide.

"Apa maksutmu?" Mapan bertanya bingung, namun Gran hanya tersenyum.

"Itu bukan masalah besar. Niatku adalah untuk membagi resiko yang ada. Salah satu rekan ku mati, tidakkah kalian merasa sedikit bertanggung jawab?"

"Lalu?"

"Aku ingin salah satu dari kalian memimpin di depan. Karena kita adalah rekan yang bepergian di jalur yang sama, kita harus memiliki resiko yang sama."

Mapan sudah jelas ragu-ragu. Di dalam pikirannya ia hanya ingin pergi dengan cepat, namun suasana sekarang membuatnya sulit untuk bicara. Ia merasa bahwa ia tak seharusnya datang ke tempat ini!

'Tapi, aku benar-benar merasa berhutang dengan Weed...'

Di saat mapan memberanikan dirinya.

"Aku yang akan memimpin."

Weed mengajukan diri sebelum Mapan bisa bicara.

"Sebagai sculptor, seranganku memang kecil, namun aku punya HP yang lumayan, jadi biar aku saja."

"Oh, kalau begitu terima kasih."

Mulai dari situ, Weed yang memimpin. Kau tak bisa memanggil mereka sebuah party karena Weed dan kuartet itu tak pernah mengajukannya! Mereka tak mau mengundang Weed dan Mapan ke party mereka karena mereka tak mau membagi experience. Mereka hanya memberikan drop murahan yang tak mereka inginkan.

PK biasanya tak mengunjungi kebanyakan kota. Di kasus yang serius, penjaga desa bisa menyerang PK, dan mereka mungkin juga akan bertemu orang yang memiliki dendam pada mereka, jadi lebih baik untuk tak mengunjungi sebuah kota bila mereka bisa. Karena alasan inilah mereka mau memberikan item-item yang tak akan mereka jual.

'Ini tempat yang menarik.'

Dungeon yang telah dijelajahi Weed sebelumnya adalah dungeon yang dipenuhi oleh banyak monster. Kerumunan monster yang haus darah bergerak dalam gerombolan dan tempat berburu dipenuhi oleh death knight yang berjalan-jalan. Bagi Weed, ini adalah pertama kalinya ia menjelajahi dungeon yang dipenuhi oleh jebakan.

'Semua akan berakhir ketika aku bersikap ceroboh.'

Di depan mereka terlihat sebuah tempat dengan ubin berwarna merah dan biru yang seperti sebuah papan catur. Pada saat itulah seharusnya skill untuk mendeteksi jebakan digunakan. Namun, tak ada thief atau adventurer yang sedang tersedia.

"Hey Weed, kita harus terus maju." Gran mendorongnya dari belakang.

Weed maju perlahan-lahan sambil menekan lantai yang ada, agar ia bisa dengan cepat merespons pada jebakan yang bisa saja muncul. Pertama-tama Weed menginjak ubin biru. Tak ada yang terjadi. Beruntung. Lalu Weed menginjak ubin berwarna merah. Lagi-lagi tak ada yang terjadi. Tapi masih ada 50 meter lagi sampai akhir jalur yang harus dilalui Weed. Tanpa ada petunjuk kapan jebakan akan muncul.

'Ubin biru. Ubin merah. Ubin biru. Ubin merah. Aku menginjak ubin bergantian dan tak ada yang terjadi. Jika ini adalah cara untuk menggagalkan jebakan, maka ini terlalu mudah. Apa benar seperti ini...?'

Weed berpikir. Apa yang akan terjadi bila dua ubin dengan warna yang sama diinjak? Ia menginjak ubin berwarna biru dua kali berturut-turut. Tetap tak ada yang terjadi. Hal ini membuatnya lebih berhati-hati.

'Warna ubin ini hanya sebuah pengalih perhatian dan tak memiliki arti apa-apa. Kalau begitu...'

Penglihatan Weed menjadi lebih tajam.

'Disana...'

Ia melihat kedepan dan menemukan benang yang hampir tak terlihat setinggi pergelangan kaki. Karena benang itu terletak tepat diantara ubin biru dan merah, benang itu menjadi jebakan yang sulit untuk ditemukan kecuali kau fokus.

'Orang yang tersandung akan terkena masalah besar.'

Weed tentunya melangkah melewati benang itu. Gran mengikutinya dari belakang. Gran memilih untuk menjaga jarak dari Weed agar ia tetap aman bila saja Weed terkena jebakan. Lalu, dibelakangnya ada Levi dan Margaux. Mapan ada di tempat yang paling belakang. Kuartet itu butuh satu orang untuk menjadi tumbal, jadi mereka menaruh Mapan di tempat yang paling aman.

Gran juga melihat benang itu. Sekalipun sangat tipis dan susah dilihat, karena ia mengamati gerakan Weed, ia pun menemukan benang itu. Alasan kenapa ia mengamati Weed dengan serius ialah karena mungkin dirinya sendiri yang terkena jebakan yang mungkin dihindari oleh Weed secara beruntung.

'Hmm, jebakan ini... Apa cuma kebetulan ia bisa menghindarinya atau...'

Gran juga melewati benang itu. Tapi ia tak berhenti untuk berkata apapun pada orang yang ada dibelakangnya. Ia bergerak lebih jauh karena ia tak tahu apa yang akan terjadi.

*tuduk*
Levi bertindak ceroboh dan kakinya memotong benang jebakan. Pada saat itu, tembok di kedua sisi terbuka dan hujan panah muncul seketika.

"Kuahakkkk!"

Levi yang memiliki tubuh besar, tak bisa melakukan apa-apa selain pasrah. Ia hanya bisa berteriak minta tolong.

"To-tolong aku!"

Saat Levi memohon, Gran dan Margaux hanya terdiam. Tak lama Levi pun mati karena luka panah dalam jumlah banyak, dan sebuah pelindung dada terjatuh dari tempatnya berada tadi.

"Bodoh."

"Sungguh kasihan mati di tempat seperti ini."

Margaux mengambil armornya untuk dirinya sendiri. Gran dan Margaux hanya meringis ke arah satu sama lain. Mereka berdua tak percaya pada satu sama lain, melihat tak ada dari mereka yang mencoba untuk menolong Levi.

Toh, keempat anggota Dwichigi bertemu satu sama lain sebagai pembunuh. Grup itu dibentuk hanya untuk bersenang-senang membunuh player lain dan menjarah item mereka. Mereka tak memiliki persahabatan atau kesetiaan pada satu sama lain, jadi mereka bisa berpisah kapan saja.

***

Rumble!
Boom! Boom! Booooom!
Penampilan dari jalur yang dilewati tampak berubah.
Sebuah lorong lurus muncul dihadapan mereka, mengarah ke gua bawah tanah. Halilintar jatuh ke jalur itu. Kilat putih menyambar dengan acak di depan. Sekalipun itu pemandangan yang menakjubkan, tapi itu juga sangat berbahaya.

Halilintar. Sebuah sihir tingkat tinggi yang memiliki pikiran sendiri, dan tak memiliki pola menyerang yang diatur. Weed melihat kebelakang.

"Bagaimana caranya aku lewat?"

Gran mengeluarkan sebuah batu kecil.

"Kita beruntung. Ini adalah batu yang menyerap petir. Dengan ini, kita bisa menyebrang dengan aman."

"Aku mengerti."

Weed mengidentifikasi batunya setelah ia menerimanya.

    Lightning stone: Daya tahan: 100/100.

    Batu spesial dengan kadar besi tinggi.
    Mempunyai kekuatan untuk menyerap listrik.
    Jika diolah bisa menjadi besi berkualitas bagus.

    Opsi: Resistensi elektrik 99%.
    Mampu menyerap listrik.

Saat Weed melihat deskripsi batu itu, Gran dan Margaux tertawa keji.

'Kita akan menyebrang sambil menggunakan dia sebagai tumbal.'

'Setelah aku melalui rintangan ini aku akan sampai di tempat dimana harta karun berada.'

Satu korban dibutuhkan untuk menyeberangi jalan ini. Orang yang memegang lightning stone tak bisa melakukan apa-apa kecuali mati.

"Hey Weed, cepatlah maju. Kau mungkin akan mati, tapi kita akan aman, bukankah itu lumayan?"

Gran menyeringai dan menunnjukkan taringnya. Pada saat itu, mereka akhirnya menunjukkan sifat asli mereka! Weed menyetujui perkataan Gran.

"Well, akan bagus kalau hanya aku yang mati dan yang lain bisa menyebrang."

"Lalu?"

"Apa yang akan kalian lakukan saat kembali?"

"...!"

Gran dan Margaux melihat satu sama lain dengan ekspresi bingung. Mereka hanya berpikir untuk sampai di tempat harta karun. Mereka bahkan tak berpikir sedikitpun tentang bagaimana cara mereka kembali. Hal itu benar-benar terlepas dari pikiran mereka.

"Itu..."

"Anjing."

Mereka hanya punya satu lightning stone! Mereka pasti akan mati ketika kembali. Gran mengeluarkan pedangnya.

"Sekarang setelah situasi menjadi seperti ini, kalian sudah tak berguna. Waktunya kalian untuk mati."

Gran berteriak keji sambil mengambil posisi menyerang. Ia diselimuti aura haus darah ketika skill miliknya akan digunakan.

"Kau kurang ajar..."

Mapan menggertakkan giginya ketika ia sadar akan apa yang ia alami. Namun Mapan masih punya senjata rahasia. Weed! Weed akan menghajar mereka. Dari pengamatannya, Mapan tahu bahwa Weed sudah lebih dari cukup untuk membunuh Gran. Namun, Weed masih tampak ketakutan. Dalam status seperti itu, ia tak melakukan apapun. Ia bahkan tak mengeluarkan pedangnya.

'Kenapa...kenapaaa? Weed bisa dengan mudah menghajarnya...'

Ketika Mapan berpikir ada sesuatu yang salah, Gran mulai menyerang. Namun bukannya menyerang Weed atau Mapan, ia malah menyerang Margaux.

"Mati!"

"Gran, aku tahu kau akan melakukan ini!"

Gran dan Margaux mulai bertarung mati-matian. Gran berpikir bahwa ia bisa membunuh Weed dan Mapan kapan saja, jadi Margaux yang paling merepotkan harus mati dulu. Karena dari awal mereka tak percaya satu sama lain, Margaux sudah bersiap-siap sebelumnya.

"Hah, Fame Sword!"

"Cold Blade!"

Elemen api dan es.
Gran, yang sudah menyelesaikan tes untuk profesi kedua yang memiliki kemampuan khusus dalam ilmu pedang berelemen api. Margaux, yang merupakan assassin yang bisa dengan mudah menghilang dalam tempat yang gelap. Ia menyerang sambil tetap tersembunyi. Skill keluar tanpa henti, percikan terbang, dan darah mengalir. Skill mereka berdua kebanyakan adalah skill menyerang. Skill mereka bisa dibilang setara, namun pada akhirnya Gran lah yang menang. Sebagai assassin yang terbiasa dengan serangan kejutan, Margaux tak bisa mengalahkan swordsman di pertarungan langsung.

"Selamat tinggal, Margaux."

"Sialan, aku sudah sangat dekat, sedikit lagi ke harta karun itu..."

Sekalipun Margaux telah dikhianati, tak ada rasa dendam diantara mereka. Keadilan, persahabatan, semua itu tak dibutuhkan! Hal itu tak berguna bagi mereka yang suka menipu dan mencuri. Margaux sudah sekarat. Saat itu, pedang Gran memotong kepala Margaux.

"Muahahahaha! Sekarang harta karunnya menjadi milikku."

Gran tertawa terbahak-bahak. Sebuah perisai terjatuh di tempat Margaux mati.

"Weed, Mapan. Salah satu dari kalian akan memegang batu ini dan pergi ke dalam untukku. Sebagai gantinya, aku akan memberimu perisai ini. Karena perisai ini digunakan oleh orang yang memiliki level diatas 200, cukup berharga kan sekalipun kau mati? Lebih baik kau tak menolak tawaranku. Karena aku hanya butuh satu orang, aku akan membunuh satu orang yang lain sekarang."

Di kepala Gran, semuanya sudah selesai. Ketika ia masuk, korbankan satu orang, dan dapatkan harta karun. Ketika kembali, mati sekali. Asal ia tak benar-benar apes, harta karunnya tak akan terjatuh. Kemungkinan untuk kehilangan harta karun yang didapat dari dungeon sangatlah rendah. Ditambah, ia merasa kehilangan itemnya yang lain bukanlah masalah.

Gran sudah membayangkan saat-saat ia mendapatkan harta karunnya. Hal itu bertahan sampai Weed mengeluarkan pedangnya.

*Sring*
Clay sword keluar dari sarungnya. Sebagai respons, nada bicara Gran berubah dari menghormati menjadi mengancam.

"Whoa, kau mau melawanku? Kalau begitu, kau akan mati disini, dan Mapan yang akan menuntunku. Aku mungkin saja lumayan terluka, namun tau gak elu kalo mbayangin elu nyerang aku itu benar-benar gak masuk akal? Oke, gue kasih lu 3 detik. Serang aku sebanyak mungkin yang kau mau."

"Aku berterima kasih padamu."

Izin menyerang duluan selama 3 detik seperti yang ada di novel ksatria. Weed tak menolaknya.

"Ini pilihanmu sendiri, jangan menyesal. Sculpting Blade!"

Saat cahaya berkumpul menyelimuti pedang Weed, sebuah rasa gelisah muncul di hati Gran.

'Mungkin aku tak seharusnya begini? Oke, gue akan pura-pura memberinya waktu 3 detik, tapi aku akan menyerang duluan!'

Selagi Gran masih berpikir, Weed mendekat dengan kecepatan tinggi dan mengayunkan pedangnya, dan memenggal kepala Gran.

"Seorang sculptor..."

Bahkan disaat kematiannya, ekspresi ketidak percayaan muncul diwajahnya. Ia berniat untuk membiarkan Weed menyerang sekali lalu ia akan menyerang balik, namun satu serangan itu mampu memangkas habis seluruh HP Gran.

Mapan menghela nafas dalam-dalam. Ia sudah memprediksi hal ini akan terjadi, tapi setelah semua anggota Dwichigi mati, tak ada yang bisa dilakukan lagi.

"Jadi apa yang akan kita lakukan sekarang? Haruskah kita kembali?"

"Kita sudah sampai sejauh ini, jadi aku akan pergi mengambil harta karunnya. Sekalipun entah benar atau tidak harta karun itu adanya."

"Gimana? Sekali kau masuk, kau tak bisa keluar... Jika kita mati disini, mereka akan bangkit sebelum kita."

"Bukan berarti kita harus mati kan? Orang-orang itu pemula soal penjelajahan dungeon. Mereka gagal memilih jalur yang benar sekalipun memiliki peta. Mereka bahkan berkata bahwa sebuah jalan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan, tapi mereka malah tak tahu arti dari kata-kata mereka sendiri."

"Apa maksutmu?"

"Terbang."

Weed merapal sebuah mantra dan sayap berwarna putih muncul di punggungnya. Sejak dari awal, ia merasa yakin bisa menyebrangi Bar Khu mountain range dengan aman. Alasan kenapa ia sangat yakin ada pada sayap ini. Di Mirkan's Tower yang ada di Lavias, dengan membayar 10 gold, seseorang bisa terbang bebas selama 1 bulan. Kemampuan untuk terbang ada dalam bulu spesial dari Avian.

Menghindari sengatan listrik dan kilat, ia terbang ke sisi lain. Disana ia melihat sebuah peti kecil dan sesuatu yang tampak seperti instrumen musik, sebuah harpa.

'Ini pasti harta karunnya.'

Weed mengambil instrumen musik itu.

"Identify!"

    Harp of Vino the Dwarf: Daya tahan: 20/20.

    Instrumen

    Vino adalah dwarf yang pendek dan gemuk.
    Tapi ia mencintai gadis manusia.
    Sebuah rasa cinta yang melampaui batasan ras, cinta yang takkan bisa terwujud!
    Gadis manusia membenci dwarf, dan Vino putus asa.
    Lalu ia mencurahkan hatinya pada musik.
    Karena musik menganduk keindahan artistik, dengan itu ia bisa mendapat hati dari para wanita.

    Efek: Popularitas naik 30% terhadap NPC wanita.

Weed melihat harpa itu, dan hanya bisa bengong. Tak lama, mulutnya mengeluarkan tawa terbahak-bahak.

"BUAHAHAHAHA!"

Halman, Margaux, Levi, Gran.

Untuk semua konspirasi dan pembunuhan yang harus mereka lakukan, pada akhirnya harta karunnya cuma sebuah harpa. Harta karun itu bisa saja senjata yang lebih kuat, armor yang lebih baik, tapi bukan, itu adalah sebuah instrumen untuk memikat hati wanita! Bahkan peta yang mereka miliki sudah mengindikasikan hal ini dari awal.

No comments:

Post a Comment