Sunday 3 May 2015

Moonlight Sculptor Vol 3 Chapter 2

Dwichigi Kuartet

Paruvan.
Sebuah tempat dimana para orang yang berpergian dan karavan beristirahat ketika berjalan melalui Bar Khu Mountain Range. Awalnya, tempat itu dibangun oleh tentara Rosenheim Kingdom untuk tempat istirahat mereka sendiri, jadi tempat itu tak sering dikunjungi oleh banyak orang.

"Kita beruntung menemukan tempat ini. Cuma sisa 2 hari lagi sebelum kita sampai di tujuan."

"Perjalanannya bener-bener susah, aku pikir aku bakal mati." Halman tertawa.

"Ini semua karena kau, Margaux."

"Yang bener aja, Levi. Semuanya gara-gara elu membunuh orang itu."

Halman, Margaux, Levi, dan Gran, adalah 4 PK (player killer) terkenal dari United Kingdom of Briton. Mereka bermain hanya untuk bersenang-senang dengan membunuh player lain dan mencuri equip mereka. Keempat pembunuh ini lebih dikenal dengan nama Dwichigi.

Namun, sekitar sebulan yang lalu, mereka membuat masalah dengan guild Cloud. Guild ini tak hanya guild besar di United Kingdom of Briton, namun juga salah satu dari 10 guild terbesar di seluruh benua. Dengan anggota lebih dari 6000 player, dan jika digabung dengan semua anggota aliansi, mereka adalah kekuatan besar yang tak bisa dianggap remeh. Guild itu bahkan memiliki cukup banyak pengaruh untuk bersaing dengan United Kingdom of Briton sendiri.

Dengan kata lain, bahkan untuk Dwichigi, nama itu tak bisa mereka hiraukan begitu saja. Faktanya, mereka tak membuat masalah dengan guild Cloud dengan sengaja. Sebenarnya, keempat orang yang ada di daftar pencarian kriminal itu memutuskan untuk fokus berburu menaikkan level mereka, namun seorang pria bernama Brandy bersikap arogan dan berkata:

"Pergi dari sini. Ini spot kami."

"Hah, siapa elu?"

"Kurang ajar!"

Tentunya, keempat orang itu marah. Pada saat itu simbol merah tanda PK mereka sudah hilang, karena mereka sudah donasi uang dalam jumlah banyak ke kuil dan berburu selama beberapa waktu. Brandy mengganggu perburuan mereka dan mengaku bahwa tempat ini adalah spot mereka, karena ia tak punya ide siapa keempat orang itu. Lalu Levi dengan penuh amarah berkata:

"Ayo bunuh aja ini bajingan!"

"Gue ajarin lu biar ga macam-macam sama kita!"

Keempat orang yang biasanya membunuh orang hanya dengan alasan iseng tentu saja tak akan membiarkan penghinaan seperti itu lewat begitu saja. Brandy dibunuh dalam sekejap. Seperti yang diduga dari Dwichigi yang terkenal jahat, keempat orang itu dengan lihai memposisikan diri dibelakang Brandy lalu meneyerangnya. Level Brandy lebih rendah daripada 3 dari total 4 anggota Dwichigi, jadi serangan bersama-sama dari 4 orang membuatnya tak memiliki kesempatan untuk membalas dan mati begitu saja.

Lalu mereka mendapat sebuah peta.

    The tomb of the one with short legs – Daya tahan: 1/1

    Tempat dimana si dwarf yang eksentrik beristirahat.
    Diantara dua ngarai, dibawah pohon yang kuat.

    Suara gemuruh yang terus terdengar!
    Sebuah jalur yang sempit.
    Kekuatan utama tak bisa dicapai tanpa pengorbanan.
    Diantara getaran yang ada, carilah suara yang tak berdering.

    Author: Reineig R. Hansberg

"Apa ini?"

Keempat orang itu tertawa dan mengabaikan peta itu. Mereka berpikir bahwa itu adalah salah satu peta harta karun yang tersebar. Namun sejak saat itu, mereka terus menerus dilacak dan dikejar oleh guild Cloud. Baru saat itu mereka sadar bahwa mereka telah menyerang anggota dari guild Cloud.

"Anjing! Lu idiot. Kalau dia ngomong kalo sebenarnya dia itu anggota Cloud, aku gak bakal bunuh dia!"

"Lha kita semua bunuh dia tanpa kasih dia kesempatan buat ngomong."

"Terus kok kita yang disalahin!"

"Pokoknya, kita harus sembunyi dulu sekarang."

Mulai saat itu, keempat orang itu bersembunyi di tempat dimana tak ada orang yang lewat dan tak menampakkan diri selama 2 minggu. Namun, pengejaran dari guild Cloud bahkan tak berkurang sedikitpun. Untuk menghindari kematian, keempat orang itu melalui banyak kesulitan dan nyaris gagal melarikan diri.

Level keempat orang itu sudah melampaui 220, tapi tanpa pengalaman mereka dalam membunuh orang, mereka tak akan bisa melarikan diri dari berbagai masalah. Halman akhirnya bicara.

"Ini aneh."

"Aku juga pikir begitu."

"Semua anggota guild gak akan mengejar kita cuma gara-gara kita bunuh 1 anggota."

"Ya, mereka bener-bener serius untuk membunuh kita."

"Tunggu sebentar, peta apa yang kita dapat dari orang itu?"

"Kalau tak salah 'the tomb of the one with short legs'..."

"Nah, peta ini pasti punya sesuatu yang spesial. Mereka gak ngejar kita, tapi peta ini."

"Hehe"

"Kalau gitu kita mesti mencoba untuk menemukan harta karun dari peta ini."

Sejak saat itu, Dwichigi mulai mempelajari rahasia peta itu. Mereka menyebrang ke kerajaan lain, menemukan sebuah arsip dengan buku tua dan menemukan informasi tentang peta itu, lalu, mereka memecahkan arti dari kata-katanya. Hasilnya, mereka sampai di Bar Khu mountain range.

"Sekarang yang harus dilakukan cuma masuk kuburan itu."

"Ya, tapi apa yang harus kita lakukan? Gak ada adventurer diantara kita, jadi jebakan yang ada dalam dungeon ga bisa dibongkat."

"Itu..."

"Alah tubuh kita cukup kuat sekalipun kena jebakan."

"Sekalipun semua proses berjalan lancar, satu orang tetep harus mati kena serangan petir terakhir. Jadi, sapa dari kita yang harus mati?"

Tentu saja, tak ada yang mau mati. Keempat orang yang suka membunuh itu tak mau mati, jadi mereka memandang ke arah masing-masing. Lalu, senyuman lebar muncul di wajah Gran.

"Sudah diputuskan."

"Siapa?"

"Elu gak nunjuk gue kan?"

Jari Gran menunjuk sesuatu, namun bukan ke arah salah satu dari anggota Dwichigi termasuk dirinya. Gran sedang menunjuk ke arah bawah pegunungan. Saat tiba, gerobak Weed dan Mapan berderit kencang.

***

"Wow! Aku tak mengira akan bertemu orang di tempat seperti ini. Halo, namaku Mapan."

"Aku Gran, dan ini Levi, Halman, dan Margaux."

"Senang bertemu denganmu."

Keempat orang itu menunjukkan senyum lebar di wajah mereka, menyambut Weed dan Mapan.

"Sungguh langka melihat orang bepergian lewat Bar Khu mountain range, untuk alasan apa kalian pergi?"

"Ah, kami ingin berdagang." jawab Mapan.

"Untuk berdagang? Jadi kalian berdua adalah merchant bukan?"

"Ya, aku seorang merchant, dan Weed yang disana adalah seorang sculptor."

"Oh begitu."

Gran tersenyum lebih lebar. Halman, Margaux, dan Levi juga mencoba untuk menahan tawa mereka.

'Dia bilang orang itu sculptor.'

'Ada orang yang milih gituan sebagai profesi?'

Namn, ketika mereka berurusan dengan Weed dan Mapan, mereka bersikap sopan. Itu karena tujuan mereka belum terpenuhi. Gran, yang paling hati-hati dari keempat anggota Dwichigi bertanya. Sejak kejadian dengan Brandy, mereka lebih berhati-hati saat berinteraksi dengan player lain.

"Oke, aku mengerti. Tapi gimana bisa kalian menyebrangi Bar Khu Mountain range hanya dengan seorang sculptor dan merchant, sedangkan tempat ini dipenuhi oleh para monster? Bagaimana kalian menghadapi para monster itu?"

"Itu karena Weed yang disana..."

Mapan sudah mau menjelaskan, ketika Weed menyikut pinggangnya.

"Weed?"

Mapan yang sudah hampir bicara mengunci mulutnya. Ia mengetahui bahwa Weed ingin menyembunyikan sesuatu dan berhenti. Gran yang melihat itu tampak menaikkan alis matanya, lalu tertawa.

"Haha, apakah susah untuk mengatakannya pada kami?"

Sejujurnya, Weed merasa bahwa keempat orang yang ada dihadapannya itu ingin menyembunyikan sesuati. Di benua Versailles yang luas, sekalipun dengan jumlah player yang banyak, sangat langka untuk bertemu dengan orang lain di tempat yang diketahui sebagai surga para monster.

Normalnya, ketika kau bertemu orang di tempat yang tak biasa seperti pegunungan, kau akan menyapa mereka, dan bahkan mungkin juga makan bersama mereka. Jika tujuanmu sama, kau juga mungkin akan bepergian bersamaan sementara waktu, namun orang-orang ini tampak terlalu bahagia.

Dan juga mereka tampak lebih bahagia ketika mengetahui profesi Weed dan Mapan. Weed dengan natural melihat ke arah empat orang itu, sambil mengamati mereka. Gran berdiri didepan berbicara pada Weed dan Mapan, sedangkan 3 orang yang lain ada di samping dan belakang.

'Mereka mungkin gerombolan bandit.'

Jika kau berpikir bahwa monster adalah satu-satunya bahaya di benua Versailles, maka kau akan menerima kesakitan! Sebetulnya, bertemu player lain di tempat seperti ini jauh lebih berbahaya. Weed bersikap normal dan berkata:

"Aku seorang sculptor, tapi aku punya teknik unik."

"Teknik seperti apa?"

"Itu seperti teriakan. Ketika monster mendengarnya, mereka akan lari. Apa kau mau melihatnya?"

"Ya, aku penasaran."

Weed mengumpulkan MP nya sebanyak mungkin dan menggunakan skill Lion's Roar.

"Hiyaaaaaaaaaaa!"

Sesaat sebelum Weed berteriak, Mapan menutupi telinganya dengan kedua tangannya, namun keempat Dwichigi tak memiliki persiapan dan tubuh mereka pun bergetar karena kaget.

"Anjrit."

"Teriakan macam apa ini...!"

Gran menenangkan Margaux dan Levi hanya dengan melirik ke arah mereka, lalu kembali melihat Weed dan tersenyum lebar.

"Benar-benar teriakan yang sangat keras. Itu mengingatkanku, aku mendengar suara teriakan beberapa kali. Skill itu punya efek untuk menjaga jarak dari monster?"

Skill Lion's Roar.

Weed belum membuat party dengan Gran, jadi leadership miliknya tak bertambah, dan efek tambahan pun tak muncul. Satu-satunya yang mereka rasakan adalah teriakan keras.

"Ya, monster akan ragu-ragu ketika mendengar suara ini, dan pada saat itu, kami melarikan diri."

Keempat Dwichigi tertawa mendengar penjelasan Weed.

'Benar-benar bukan masalah besar.'

'Jadi orang-orang ini adalah umpan yang sempurna?'

'Kita harus menyuruh orang-orang ini pergi melewati tempat itu.'

'Kita hanya butuh 1...'

'Kenapa, apa ada masalah? Kita bunuh sisanya dengan tangan kita sendiri, dan karena mereka adalah pedagang, tentunya mereka akan menjatuhkan banyak item.'

'Mantap, lanjut dah.'

Keempat orang itu mencapai sebuah kesepakatan bahkan tanpa bicara satu sama lain, namun hanya dengan pandangan mata. Gran menunjukkan wajah yang serius terhadap Mapan dan Weed, lalu berkata:

"Sejauh ini, trik itu mungkin mampu membuatmu bepergian dengan aman, namun Bar Khu mountain range adalah tempat yang benar-benar berbahaya. Kau bisa menyebut pertemuan ini sebagai takdir, jadi dari sekarang kami akan menjadi pengawalmu. Omong-omong, karena kita bepergian di jalur yang sama dan kami menawarkan hal ini dengan ikhlas, tentu tak ada alasan untuk menolak, ya kan? Haha."

"Haha! Kalau begitu, kami benar-benar berterima kasih."

Mapan dengan sengaja tertawa keras. Sebagai merchant yang lemah, bukanlah ide buruk untuk ditemani sebuah grup yang terdiri dari 4 player yang kelihatan kuat.

"Kami akan berada dalam perawatan anda."

Weed melihat bahwa ada sesuatu yang mencurigakan dari pandangan mereka, namun memutuskan untuk ikut-ikutan bermain agar ia bisa mengetahui sampai sejauh mana mereka akan beraksi. Weed juga mengangguk tanda setuju. Ia sudah tahu bahwa situasi telah menjadi lebih buruk, namun melihat pandangan dari keempat orang itu ia tak bisa melakukan apa-apa kecuali mengikuti mereka... untuk sekarang.

***

Kesenangan dari sebuah petualangan adalah perjalanannya, melihat tempat baru dan bertemu teman baru. Teman yang bisa diandalkan dan bisa menjagamu dari belakang. Berburu dengan teman akan mendekatkan diri dengan satu sama lain.

Ini adalah kesenangan dari bermain Royal Road. Dalam beberapa waktu, Weed menikmati berburu dengan orang lain. Karena ia keseringan bermain, tentu ia tak bisa selalu bersama-sama, namun bermain bersama-sama adlaah hal yang bagus. Namun, tak sama dengan kasus keempat orang miserius ini. Disekitar gerobak, keempat orang itu bertugas untuk melawan monster, dan dari pojokan mata mereka, mengamati Mapan dan Weed.

'Hmm, tampaknya gak ada yang aneh tentang dia.'

'Dia sedang mengukir?'

'Sepertinya ia benar-benar seorang sculptor.'

Keempat orang itu merasa lega. Mereka bahkan merasa curiga pada seorang sculptor sejak dimulainya masalah beruntun mereka pada bulan lalu. Saat itu, Weed mengeluarkan salah satu batu permata yang belum diolah. Hal itu mengalihkan fokus keempat anggota Dwichigi ke arahnya, dan salah satu dari mereka bertanya.

"He? Bukannya itu batu permata?"

Margaux langsung menunjukkan rasa ingin tahu yang besar. Mapan menjawab sambil tersenyum.

"Ya, Weed saat ini sedang memoles batu permata."

"Oh, memoles batu permata?"

"Ya."

"Memoles batu permata... Benar-benar menakjubkan!" Mata Margaux tampak penuh keserakahan.

'Wasuw, jackpot beneran!'

'Uhh, coba itu ngedrop...'

Weed menggenggam Zahab's Engraving Knifenya dengan erat selagi mengukir, namun keempat orang itu belum memulai masalah.

'Mereka tak menyerang sekalipun habis melihat sebuah batu permata, jadi mereka menginginkan sesuatu yang lain dari kita.'

Di pikiran keempat anggota Dwichigi, Weed dan Mapan tengah terjebak layaknya tikus yang tak bisa lari kemana-mana, jadi mereka merasa tak perlu bersikap tegang. Si pembohong dan yang dibohongi! Dan juga satu orang yang berpura-pura bisa dibohongi!

"Ayo makan dulu disini sebelum kita lanjut. Kami akan menyiapkan makanannya."

"Kami berterima kasih sudah mau ditemani... jadi biar kami yang menyiapkan makanan."

"Haha, tak usah, tunggu saja sebentar."

Keempat orang itu kadang-kadang memberi Weed dan Mapan drop dari para monster.

"Ini memang tak banyak, tapi aku harap kau mau menerimanya."

"Karena kita bepergian di jalur yang sama, bukankah kita adalah kawan? Tentunya cukup adil untuk membagi item yang dijatuhkan oleh para monster."

"Silahkan ambil saja." Keempat orang itu dengan mudah mendekati Mapan.

'Orang-orang yang tak tahu malu ini...'

Mapan menerima pemberian mereka dengan senyum lebar, namun Weed malah lebih curiga pada situasi yang sedang terjadi.

'Pemberian tanpa alasan... hal seperti itu tak mungkin terjadi. Jika mereka tak berniat untuk menyerang kami, lalu apa alasannya?'

Orang biasa akan merasa senang ketika orang lain memberikan hadiah, atau bila mereka bersikap baik, namun untuk Weed, yang ia rasakan hanyalah kecurigaan. Dalam situasi ini, bukan suatu keharusan untuk berbagi item. Mereka terlihat terlalu canggung karena mencoba terlalu keras untuk bersikap baik. Meski begitu, Weed tetap tak menunjukkan sedikitpun dari emosi yang ia rasakan.

Weed mampu menyembunyikan fakta bahwa ia tak mempercayai keempat orang itu hanya karena Mapan sangat mempercayai mereka. Sehari berlalu begitu saja, dan mereka sampai di sebuah ngarai. Ngarainya hanya memiliki lebar 20 meter, namun memiliki jurang yang dalam dengan kabut yang tebal menutupi lembah yang ada dibawah. Karena ada sebuah jembatan, menyebrangi ngarai itu tampak tak terlalu sulit.

"Ada jembatan disana. Kelihatannya kuat... kita bisa menyebrang dengan jembatan itu."

Saat Mapan mengemudikan gerobaknya, Gran tersenyum dan menghalanginya.

"Tuan-tuan, apakah alasanmu untuk berpetualang?"

"Apa?"

"Aku pikir bahwa menikmati pemandangan indah ini adalah arti dari sebuah petualangan. Sepertinya ada jalur yang menuju kebawah, jadi mari kita ambl jalur itu. Bukankah tampaknya akan lebih menarik? Bagaimana menurutmu?"

Mapan menjadi ragu-ragu setelah mendengar kata-kata Gran. Di benua Versailles tak ada sesuatu seperti jalur yang harus dilewati. Kau bisa bepergian melalui hutan, atau mendaki pegunungan. Tak ada sebuah keharusan untuk bepergian melalui jalur yang bagus.

Meski begitu, jika kau berpikir secara logika, tak masuk akal untuk pergi menuruni ngarai ketika kau bisa menyebranginya lewat jembatan dengan nyaman. Bahkan Mapan, yang tak mengerti tentang situasi yang ia alami, akhirnya merasa ada sesuatu yang janggal.

"Umm, apa itu benar-benar penting...?"

Mapan mencoba untuk menunjukkan keinginannya untuk menolak. Sebagai merchant tentunya ia ingin memilih jalur yang aman. Ia menolah saran dari keempat anggota Dwichigi.

*shiiiing*

Halman, Margaux, dan Levi meletakkan tangan mereka di sarung pedang mereka. Weed dan Mapan terkepung. Seorang merchant dan seorang sculptor. Memang tak ada alasan untuk menjadi tegang, namun mereka tetap bersiap-siap barangkali sesuatu yang buruk akan terjadi. Disaat Mapan ingin menolak dengan tegas!

"Boleh juga. Kelihatannya menyenangkan." Weed setuju dengan saran Gran.

"Haha! Aku tahu kau akan setuju. Kau adalah pria dengan semangat besar."

Gran, Halman, dan yang lain melepaskan sarung pedang mereka dan tersenyum.

***

Weed dan Mapan melanjutkan perjalanan mereka menuruni ngarai di dalam gerobak yang dipimpin oleh Dwichigi.

Daerah di sekitar ngarai sangatlah curam, dan roda dari gerobak tersangkut beberapa kali. Tanpa pertolongan dari kuartet Dwichigi, mereka tak akan bisa turun ke bawah. Gran dan Halman menarik gerobak dari depan, sedangkan Levi dan Margaux mendorong dari belakang.

"Um, maaf ya ngerepotin."

"Haha! Tak masalah Mapan. Ini bukan apa-apa!"

Gran dan Halman merawat gerobak itu layaknya milik mereka sendiri. Keempat orang itu tak punya sedikitpun ketulusan, karena mereka berpikir gerobak itu akan segera menjadi milik mereka.

"Oh, aku pikir ada sebuah jalur disana..."

Gran memimpin jalannya. Ia pergi kesana dan kesini, kadang-kadang kembali ke jalur yang sama.

"Ah, pemandangannya tampak jauh lebih indah disana. Mendingan kita kembali ke jalur itu."

Gran menyisiri area di sekitar ngarai beberapa kali. Karena itu, Weed lah yang mendapat keuntungan.

"Whoa! Ini adalah tanaman herbal Sen merah. Disana ada herbal Ceylon biru...!"

Bar Khu mountain range kaya akan tanaman herbal. Dibawah ngarai, di tempat dimana cahaya matahari menyinari dengan jelas, beberapa macam tanaman herbal tumbuh dengan subur. Weed dengan buru-buru mencabuti mereka dan meletakkannya di dalam tasnya.

"Apa yang kau lakukan?"

"Lha kau pikir aku ngapain? Aku nyabutin tanaman herbal ini."

Selain gara-gara tersesat, mereka juga lebih sering melambat gara-gara Weed.

'Bangsat!'

'Gue bunuh dia nanti pake tangan gue sendiri!'

Terlihat bahwa pembuluh darah yang ada di kepala tiap anggota Dwichigi berdenyut keras karena marah. Setelah beberapa jam, Mapan merasa capek, dan keempat anggota Dwichigi pun juga kelelahan.

    - Hey, Gran. Apa kau mengingat lokasinya dengan benar?

    - Lu pingin gue ngeluarin petanya di hadapan mereka?

    - Udah alihkan aja perhatian mereka sementara waktu. Orang yang bernama Weed itu kayaknya orang idiot jadi bairin aja, tapi si Mapan itu, ia mengamati tingkah laku kita dan rasanya ngganggu bener deh.

    - Oke. Cepetan!

Margaux mendekati gerobak.

"Hey Mapan, sebenarnya aku lumayan tertarik dengan sculpting. Apa kau tak keberatan bila aku melihat Weed saat ia sedang mengukir?"

Dengan alasan itu, Margaux menghalangi pemandangan dimana Gran dan yang lainnya berada. Sementara itu, Gran membuka peta dari lokasi yang sekarang dan memastikan lokasi dari kuburan. Mata Gran bersinar tajam.

'Well, kita ada di jalur yang benar. Cuman kelewatan sedikit!'

"Sekarang, gimana kalau kita pergi ke arah situ?"

Gran dan yang lain memutar balik gerobak ke arah mereka datang tadi. Setelah mencari di beberapa pepohonan dan rerumputan, mereka akhirnya menemukan sebuah monumen dan juga kuburannya. Disamping monumen itu ada sebuah pintu masuk. Mereka berempat terkikik, dan tiap-tiap dari mereka berkata sesuatu.

"Huh? Mungkinkah ini sebuah dungeon?"

"Kuburan dwarf?"

"Wow! Kita beruntung. Ayo kita masuki. Tak ada alasan untuk mundur ketika sudah sampai disini."

"Mapan, Weed! Tentunya kalian juga akan ikut dengan kami kan?"

No comments:

Post a Comment