Thursday 23 April 2015

Moonlight Sculptor Vol 1 Chapter 6

Pertempuran Daging Panggang


Rodriguez tengah mengalami gangguan yang cukup serius.


Ini adalah hari keenam. Weed masih duduk tepat di seberang manor miliknya. Rodriguez yang ada di dalamnya menyadari tentang kemunculan si pengganggu itu dari hari pertama. Rodriguez berpikir bahwa Weed sedang sibuk menjual patungnya pada para pelanggan.


'Aku harus mengetahui apa yang ia inginkan dariku.'


Meskipun merasa sangat malas, pada hari keenam Rodriguez akhirnya menyerah pada keingintahuannya dan keluar dari manornya.


"Halo, orang asing. Aku adalah Rodriguez. Apa yang ingin kau berikan padaku?"


"Wow! Sang konselir keluar!"


"Itu benar-benar dia!"


"Rodriguez yang Bijaksana!"


Gerombolan orang yang mengantri untuk membeli patung Weed terkejut. Orang-orang seperti Rodriguez memiliki hal yang sama satu sama lain— mereka tak mau diganggu. Apalagi ketika orang tak dikenal mengaku bahwa ia membawa sesuatu untuk diberikan secara langsung. Rodriguez akhirnya muncul diluar gerbang manornya. Weed mengambil saputangan dengan gambar seekor burung biru dari saku nya dan mempersembahkannya kepada konselir.


"Ini adalah alasan mengapa saya menunggu selama 6 hari terakhir, Konselir."


Mata Rodriguez tiba-tiba bergelinang air mata.


"Ini, ini sarung tangan Ratu Evane... Terlalu banyak orang yang melihat dan mendengar disini. Masuklah bersamaku, pengembara."


"Baik, tuan. Maaf semuanya! Saya tutup hari ini!"


Sambil berteriak girang bak menang undian, Weed menutup kiosnya dan berdiri.


"Tak mungkin!"


"Biarkan aku melihatnya juga!"


Para pengunjung berteriak protes, beberapa dari mereka bahkan mengekpresikan kekecewaan mereka karena tak dapat mengikuti peristiwa bersejarah tersebut, namun Weed dan Rodriguez tak peduli. Rodriguez menuntun tamunya ke dalam manor miliknya.


"Sekarang sudah sepi. Siapapun yang membawakanku sarung tangan ini mempunyai hak untuk mengatakan satu hal padaku."


"Ya, saya mengerti tuan."


Konselir Rodriguez! Ia secara terang-terangan mendeklarasikan pada publik bahwa siapapun yang membawa barang-barang milik ratu akan dapat menemuinya. Weed telah menunjukkan sarung tangannya.


"Katakanlah, pengembara. Aku akan mendengar apapun yang akan kau katakan."


Suara Rodriguez yang tulus terdengar layaknya seorang pria bijaksana saat berhadapan dengan orang lain yang sedang kesusahan. Namun sang konselir hanya berpura-pura. Sekalipun sarung tangan Ratu Evane sangat berharga bagi Rodriguez, ia tak punya sedikitpun niat untuk membantu Weed. Bukankah berarti ia akan melanggar janjinya sendiri? Nggak juga.


Rodriguez meminta Weed untuk bicara, dan menambahkan bahwa ia akan mendengarkan apapun darinya. Apa yang sebenarnya konselir inginkan adalah untuk mengetahui apa yang sedang dipermasalahkan oleh Weed, untuk memuaskan keingintahuannya, dan hanya itu. Ia tak pernah berniat untuk memberi sebuah solusi pada entah masalah apa yang Weed miliki.


Banyak player yang merasa telah ditipu oleh Konselir Rodriguez dengan cara yang sama. Ia selalu memainkan trik dengan mereka, dan tak mau memberikan jawaban yang sebenarnya mereka cari. Selain julukannya sebagai Rodriguez yang Bijaksana, sang konselir juga dikenal secara luas dengan julukan Jalan Buntu Quest. Weed tak akan tertipu dengan trik seperti itu. Karena dari awal, ia tak percaya dengan Rodriguez.


Seorang manusia sangatlah lemah. Itulah yang Weed rasakan sungguh-sungguh selama setahun melakukan persiapan sebelum bermain Royal Road— keinginan yang lemah dan tubuh yang selalu ingin merasa nyaman. Weed tak pernah mempercayai dirinya sendiri, jadi kenapa ia harus percaya Rodriguez yang tak pernah ia kenal sebelumnya?


"Apakah akan ada perbedaan jika aku memberitahu anda tentang masalah saya?"


"Apa maksud perkataanmu, pengembara?"


"Akankah anda akan menolong saya dengan masalah saya, konselir?"


"Itu..."


"Kalau tidak, saya menolak untuk mengatakan apapun. Itu cuma membuat lidahku capek."


Rodriguez mengerutkan dahinya. Ia bersikap seolah keinginannya yang tulus dilecehkan oleh Weed.


"Ehm, Weed. Katakan padaku sekarang juga! Kau mempunyai kebebasan untuk mengatakan padaku apapun yang ada di pikiranmu. Kau membawakanku sarung tangan Ratu Evane, dan mengatakan apa yang ada dipikiranmu adalah hakmu."


Kata Rodriguez sambil membujuk. Itu adalah kata-kata yang ditunggu oleh Weed.


'Aku akan membuatnya bicara.'


Sayang bagi sang konselir, Weed lebih pintar dari orang-orang yang pernah Rodriguez tipu sebelumnya. Weed meminta konfirmasi akhir.


"Konselir, maukah anda memberitahu apa yang saya ingin tahu bila saya bertanya pada anda?"


"..."


"Saya akan berdiam diri hingga anda berjanji untuk menjawab."


"Eh... dengarkan aku, Weed."


"Sepertinya sarung tangan milik Ratu Evane ini adalah benda yang sangat berharga, konselir. Apalagi, di mata saya, sarung tangan ini memiliki nilai yang spesial bagi anda. Haruskah saya mengambilnya kembali?"


"Ambil saja dan pergi sekarang!"


"Selamat tinggal."


Ketika Weed benar-benar mengambil sarung tangannya dan berbalik, Rodriguez mengangkat kedua tangannya ke atas dan melambaikannya bak bendera putih tanda menyerah.


"Tunggu! Aku berjanji akan memberimu petunjuk setelah mendengar pertanyaanmu. Aku telah berjanji untuk menjawab semua orang yang membawakan barang-barang milik Ratu Evane. Jadi selama aku bisa, aku akan menjawabnya."


"Beranikah anda bersumpah?"


"Tentu... Tapi kau harus menolongku sebagai imbalannya. Suatu hari."


Weed mempertimbangkan proposal yang diajukan Rodriguez, dan mengangguk.


"Setuju."


Sang konselir menyeringai.


"Apa yang telah mengganggumu, Weed? Pertanyaan yang simpel pastinya tak akan membuatmu menunggu diluar sana sampai 6 hari."


Rodriguez punya agenda sendiri, dibalik pertanyaannya.


'Siapa peduli denganmu? Berani-beraninya kau mempermalukanku untuk membuat sebuah janji dengan makhluk rendah sepertimu! Menjawab pertanyaanmu? Oke, oke! Tapi jawabanku bakal penuh tipu daya, jauh dari fakta dan cukup parah untukmu sebagai balasan perbuatanmu ini.'


Rodriguez dengan pasti akan membalas Weed pada saat mendengar pertanyaan darinya. Jika Weed ingin menemukan seseorang, ia akan dijawab dengan seorang keponakan perempuan dari keponakan laki-laki dari ibu mertua dari teman dari istri dari orang yang ia tanyakan, dan harus ia cari sendiri. Jika Weed ingin menemukan suatu tempat, ia akan diberitahu tentang sebuah tempat yang sangat jauh dengan nama yang sama.


*Kukuku*
Entah apa Weed curiga atau tidak dengan tipuan Rodriguez, Weed akhirnya mengatakan apa yang ada di pikirannya.


"Aku tak tahu profesi apa yang harus kupilih."


"Profesi? Oh jadi kau belum memilihnya."


"Belum, konselir."


Rodriguez tertawa kecil. Pertanyaannya sangat tak penting dibanding apa yang ia perkirakan. Ia berpikir bahwa Weed akan bertanya tentang letak dungeon rahasia, atau tujuan Rosenheim di masa depan. Dungeon yang bagus dapat menguntungkan orang yang menemukannya, dan mengetahui tujuan negara sangatlah berharga bila kau tahu cara memanfaatkannya.


Misalkan kau mengetahui lebih dulu bahwa kerajaan tengah berencana untuk mengembangkan provinsi di daerah selatan tahun depan, kau bisa mengamankan hak komersil di provinsi itu terlebih dahulu dan menarik keuuntungan besar dari mereka. Sebuah rekomendasi personal tentang profesi apa untuknya benar-benar terlalu gampang untuk Rodriguez.


"Aku tak percaya pertanyaan seringan itu sangat mengganggumu. Kau tak perlu berkonsultasi denganku. Aku sarankan kau mengunjungi agen pekerjaan. 6 hari telah terbuang sia-sia, Weed."


"Aku mendapat saran bahwa anda dapat membuat keputusan yang paling bagus."


"Bagus. Aku akan merekomendasikan profesi yang sempurna untukmu! Tunjukkan statusmu."


"Ya, tuan."


Weed menampilkan status window untuk pertama kalinya sejak ia bekerja keras untuk menaikkan statusnya di Training Hall.


"Stat window!"


 Name
Weed
Posisi
Neutral
Level
13
Profesi
None
Gelar
None
Fame
20
HP
960
MP
100
STR
55
AGI
105
VIT
50
WIS
10
INT
10
Endurance
89
Fighting Spirit
67
LUK
5
Leadership
5
ART
23
ATT
19
DEF
5
Magic Resistance
None


Weed bermain pagi dan malam, dan hasilnya adalah level 13. Ia bisa membunuh serigala secepat kilat sekarang.


"Demi Freya!"


Rodriguez terkejut.


"Level 13, dan HP sebanyak 960? Di levelmu sekarang, kau sudah melewati 50 poin di STR dan VIT, dan 100 poin di AGI! Training Hall. Aku tahu kau berlatih dengan keras di Training Hall. Semangatmu benar-benar luar biasa."


Rodriguez benar-benar layak disebut bijaksana karena ia mampu menebak dengan benar hanya dengan melihat atribut milik Weed. Namun keterkejutannya tak berhenti sampai disini.


"Kau mempunyai level 4 sculpture mastery, dan level 6 handicraft! Luar biasa, tak dapat dipercaya! Petualangan seperti apa yang telah kau alami, ceritakan padaku."


Weed menceritakan pada Rodriguez apa yang ia alami. Rodriguez tampak bengong dan tak dapat menutup mulutnya saat mendengarkan Weed.


"Kau telah mendapat quest yang unik karena pertemananmu dengan instruktur. Dan— apa? Apakah kau meneruskan keinginan Zahab? Tapi kau telah menolak untuk menjadi Moonlight Sculptor?"


Mata Rodriguez terbelalak. Sebagai catatan, ia bahkan tak akan tersentak bila muncul berita tentang kerajaan tetangga tiba-tiba menginvasi Rosenheim tanpa deklarasi perang sebelumnya.


'Zahab... Siapa dia? aku lupa.'


Zahab adalah salah satu dari kekuatan besar yang berada dibalik layar Benua.


Rodriguez bertemu Zahab beberapa kali lewat pengaruh Ratu Evane, dan mengagumi seni memahat dan teknik berpedangnya— memuja sikap terhormat dan bakat dari sang sculptor. Rodriguez berteman dengannya. Persahabatan antara kedua pemuda, yang terjadi sekitar 50 tahun yang lalu. Bahkan sang konselir pernah meminta sang raja untuk menahan Zahab di lingkungan istana bagaimanapun caranya.


"Hmph, jadi kau menolak profesi sebagus itu. Profesi seperti apa yang kau inginkan kalau begitu?"


"Apapun yang cocok denganku."


Rodriguez terdiam.


'Mungkin boccah ini adalah orangnya. Orang yang telah aku tunggu-tunggu. Wasiat dari Emperor terdahulu mungkin ada pada dirinya.'


Sebuah profesi misterius yang sejarahnya dapat di telusuri hingga jaman kuno. Geihar von Arpen, emperor legendaris yang pernah menguasai seluruh benua— darahnya mengalir di dalam tubuh Rodriguez.


'Ia masih harus membuktikan dirinya. Mampukah ia sukses dalam tes yang paling susah? Ah lagian, yang mau di tes itu dia, bukan aku.'


Rodriguez berkata dengan nada serius:


"Weed."


"Ya, tuan."


"Aku ada quest untukmu, kau harus membuktikan bahwa dirimu lebih sabar dari seekor ulat, lebih tangguh daripada seekor kecoak, dan lebih keras kepala daripada seekor lintah— atau kau pasti akan gagal. Apa kau mampu menjalankannya?"


"..."


"Kenapa kau melihatku seperti itu?"


"Aku tak suka dengan cara anda mendeskripsikannya. Namun aku dengan bangga bisa berkata bahwa aku siap untuk melakukan apapun."


"Keyakinanmu mampu menyentuh hatiku. Kau bahkan tampak siap untuk mengunyah belatung dan meminum cairan-cairannya sampai habis."


"..."


"Lakukan seperti apa yang aku katakan dan quest ini akan memberimu sebuah profesi. Aku peringatkan kau, bahwa ini akan membahayakan dirimu. Kau boleh menolak saranku jika kau takut."


Weed akhirnya merasa sedikit curiga pada rencana Rodriguez.


"Baik, baik. Aku terima."


"Pernahkah kau mendengar tentang Sarang Litvart?"


"Ya, pak."


Sarang Litvart kebetulan adalah tujuan dari quest yang ditawarkan pada Weed oleh instruktur. Atau itu bukan kebetulan belaka? Entahlah.


"Kalau gitu, aku tak perlu menjelaskan secara detil. Sendirian, kau harus menghancurkan kabut kejahatan yang bersarang di situ. Setelah kau berhasil, kau akan mendapat profesi yang ditakdirkan untukmu."


Ding!


    Perburuan Sarang Litvart [II]
    Ada seratus monster yang hidup di Sarang Litvart. Bunuh mereka semua, dan buktikan dirimu cukup layak untuk profesi yang terhormat. Selesainya quest ini akan membuka jalur yang benar untuk takdirmu.
    Tingkat kesulitan: Tak diketahui
    Syarat Quest: Tak ada

Weed membaca instruksinya berulang kali.


'Si tua bangka ini pasti merencanakan sesuatu.'


Kalau tidak, Rodriguez tak akan memberikan Weed sebuah quest yang berhubungan dengan Sarang Litvart— sebuah dungeon bawah tanah dengan lima lantai, yang sudah dijelajahi banyak orang, dan infonya telah tersebar ke publik.


Banyak player berburu monster disana pagi dan malam. Monster diantara level 20 dan 50 menghuninya, yang mana Weed masih level 13. Namun status tambahan yang telah ia peroleh di Training Hall memperkuat dirinya sampai-sampai bisa dibilang ia setara dengan warrior level 40.


Dengan skill pasif seperti sword mastery dan handicraft, Weed yakin ia bisa membunuh monster level 50. Membantai monster di Sarang Litvart memang susah untuk Weed, tapi bukan hal yang mustahil.


'Sesuatu pasti ada dibalik ini semua. Namun aku bisa percaya bahwa si tua tak berbohong padaku. Tak peduli apa yang ia sembunyikan dariku, jika aku menyelesaikan quest ini, aku pasti akan mendapat sebuah profesi.'


Quest ini sudah jelas memiliki trik.


'Ini bukan tentang membunuh monster biasa di dungeon. Lalu apa?'


Mata Weed tampak menyala tajam.


"Katakan padaku, Weed. Apa kau mau menerima atau menolaknya? Sebagai informasi, aku tak bisa mencari alternatif yang lebih baik. Aku tak akan memaksamu. Keputusan ada di tanganmu."


Setelah beberapa saat mentalnya diuji, Weed mengangguk.


"Dengan hormat, aku menerima saran anda, konselir."


Quest diterima

"Bagus. Kembali kesini jika kau telah mengalahkan semua monster disana. Di kesempatan kecil bahwa kau bisa menyelesaikan quest ini. Aku mempunyai sesuatu untukmu. Namun sudah jelas bahwa kau akan gagal."


Rodriguez tertawa sinis.


***


Weed pergi menuju Training Hall.


'Aku harus sampai disana tepat waktu.'


Langkah kaki Weed bergerak cepat karena waktu masih menunjukkan sesaat sebelum istirahat makan siang. Ketika ia masuk Training Hall, instruktur baru saja akan menyendok makanan yang ada di kotak makanan miliknya.


"Selamat sore, instruktur terhormat."


"Kau membuatku kaget, Weed! Aku sangat merindukanmu."


"Aku juga. Karena itulah aku kesini."


"Kemarilah. Ayo makan sebelum kita bahas urusannya."


"Terima kasih, pak."


Dengan timing yang bagus, Weed menyelesaikan makan siangnya. Kotak makannya sangatlah besar, sebanding dengan tubuh instruktor yang berukuran XXXL. Memisahkan bagian untuk Weed dari kotak makanan itu layaknya mengambil secangkir air dari lautan.


"Omong-omong, instruktur, tentang quest yang anda tawarkan beberapa hari yang lalu..."


"Oh, yang itu."


"Ya, aku ingin bergabung."


"Haha. Aku tahu kau akan ikut, jadi aku meminta mereka untuk menyisakan satu tempat untukmu. Aku senang kau mau dengan questnya."


Sang instruktur mengabulkan permintaan Weed.


Quest diterima


    Operasi Pembersihan Sarang Litvart
    Kerajaan Rosenheim tengah tersiksa oleh monster, yang telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. 
    Raja Theodarren, pemimpin Rosenheim yang adil dan penuh kebajikan, memerintahkan seorang knight yang terhormat, Sir Midvale, untuk mengeksplorasi Sarang Litvart dan membunuh para monster. Habisi monster di Sarang Litvart dengan Sir Midvale dan prajuritnya. 
    Tingkat kesulitan: E
    Syarat Quest: Gagal bila terbunuh.

"Kau punya 1 hari tersisa sebelum pasukannya pergi besok. Apa kau mau datang dan menginap ke rumahku?"


"Maaf, instruktur. Aku harus melakukan persiapan untuk misi ini."


"Sayang sekali. Aku ingin mengundangmu makan malam."


"Makan malam?"


"Ya. Pagi ini istriku bilang ia akan memasak babi panggang."


Mulut Weed tampak penuh dengan air liur sambil membayangkan babi panggang. Rasa dan kenikmatan daging panggang! Godaan yang tak dapat ditolak.

"Kalau saya boleh jujur, sebenarnya saya selalu ingin mengunjungi rumah anda."


"Haha, aku tahu."


"Hehe."


Weed tak pernah malu bahwa ia hidup pas-pasan. Namun... Ia— ia capek dan muak dengan roti gandum. Royal Road menciptakan seluruh aspek dari kehidupan nyata, termasuk rasa, sampai-sampai sebuah sushi yang dibuat dengan ikan yang baru saja di tangkap terasa benar-benar segar, dan masakan yang kadaluarsa mengeras dan membusuk. Roti gandum bukan sebuah pengecualian.


Selama dua bulan terakhir, Weed hanya makan roti gandum sampai-sampai lidahnya terasa seperti roti gandum sendiri. Cukup dengan melihat roti gandum dapat membuatnya muntah. Babi panggang pasti akan sangat menyegarkan. Apalagi, gratis— mantap!


"Kalau begitu, aku akan kembali nanti malam, instruktur."


"Oke, Weed. Sampai jumpa."


Weed menerima quest lain di Training Hall.


'Sekarang ketiga slot quest sudah penuh.'


Quest paling atas adalah tentang wasiat dari Zahab, yang pastinya mustahil untuk sekarang, dan dua quest yang lain memiliki hubungan satu sama lain.


'Sekarang, masalahnya adalah bahwa quest Rodriguez tak seperti yang aku kira... namun itu gak masalah.'


Weed mempersiapkan dirinya untuk menghadapi tantangan. Dalam skenario terburuk, ia akan mati, terus kenapa? Ia tak mau mati sia-sia, namun beberapa kesulitan sudah ia duga sebelumnya.


'Sekarang aku harus bersiap-siap, pertama, aku harus belanja untuk perjalanan ke Sarang Litvart.'


Weed berjalan di tengah kota. Pejalan kaki menggunakan kostum ayam lewat, sambil berbicara tak jelas. Banyak player membuka kios di jalanan dan menjual barang. Weed pergi ke bengkel blacksmith, dan membeli sebuah busur dan banyak anak panah.


    Bow of Theo Grande: 
    Daya tahan: 50/ 50
    Attack: 5-6 
    Kecepatan serangan beruntun: 4 
    Busur pendek yang dibuat dengan otot Orc, dibuat kasar, memiliki akurasi yang rendah namun serangan yang lumayan bagus untuk pemula di panahan.

Busurnya memiliki harga 1 gold dan 20 silver, namun Weed tak akan pernah membayar harga penuh untuk segala hal. Dengan mempersembahkan patung kupu-kupu ke penjaga kasir wanita, ia hanya perlu mengeluarkan 1 gold. Sebelumnya tanpa sengaja ia menemukan bahwa hadiah pahatan bisa memenangkan hati para wanita.


'Sculpture mastery. Cuma berguna di saat tertentu saja.'


Weed juga membeli cukup banyak roti gandum, sekalipun ia capek dan malas dengannya, paling nggak roti lebih baik daripada mati kelaparan. Saat bertarung, tingkat kepuasan berkurang sangat cepat. Ketika tingkat kepuasan turun dibawah 30%, kecepatan karakter dan HP akan turun. Tas punggungnya penuh dengan anak panah, ramuan, dan roti. Begitu Weed merasa siap, ia kembali ke instruktur.


"Aku selesai, instruktur."


"Oh, oke. Ayo pergi ke rumahku sekarang. Aku punya tamu yang sudah menunggu."


"Tamu? Apa kau mengundang orang lain, instruktur?"


"Apa aku belum memberitahumu?"


Instruktur tampak sedikit bingung, namun segera bersikap normal.


"Ia adalah gadis yang baik. Aku yakin kau akan menyukainya."


Sekalipun terasa aneh, Weed tak terlalu memikirkan hal itu. Instruktur memegangi tangan Weed sembari berjalan ke rumahnya. Tangannya yang penuh rambut bagaikan gorila. Weed mengkerutkan dahinya.


"Anda bisa melepas tangan saya, instruktur."


"Tentu tidak. Aku takut kau akan tersesat."


"Hah?"


Weed akhirnya sampai di rumah instruktur. Ia berpikir dengan yakin ketika ia membuka pintunya, ia akan melihat keluarga yang paling bahagia di dunia dengan tungku yang mengisi ruang tamu dengan udara hangat. Weed telah mengetahui bahwa instruktur menikahi seorang perempuan dari ras barbar, cinta sejati yang melampaui batasan ras, namun mereka belum melahirkan anak. Namun, ketika pintu terbuka, Weed terkejut melihat seorang perempuan duduk di meja makan.


'Luar biasa.'


Selama beberapa saat, kecantikan si gadis mampu menghentikan nafas Weed. Pemandangan yang ia saksikan sangatlah indah. Namun ia segera sadar. Karena si gadis diundang ke rumah instruktur, Weed mengira bahwa dia adalah NPC. Namun, gadis itu adalah seorang player sepertinya. Dilihat dari pedang dan armornya yang tampak mahal, Weed tahu gadis itu memiliki level tinggi.


Bukan itu saja yang mengejutkan Weed. Nama gadis itu berwarna merah. Seorang player bisa menyembunyikan identitasnya, kadang-kadang menyamar sebagai NPC selama yang ia mau, namun seorang pembunuh yang mem-PK satu atau lebih player lain tak dapat melakukannya. Nama berwarna merah dan berlian berwarna merah darah di dahi nya— tanda seorang pembunuh. Itu adalah tanda bagi seseorang yang telah membunuh player lain.


"Oy, oy, tenang saja, Weed. Sekarang kau mengerti kenapa aku memegangi tanganmu.


Weed mencoba untuk melarikan diri, namun usahanya sia-sia karena instruktur memegangi tangannya.


"Instruktur."


"Ha?"


"Aku tak tahu kalau kau seingin itu untuk membunuhku."


"Jadi sekarang kau tahu, haha."


Sang instruktur tersenyum, dan Weed sedikit merasa tenang. Ia mengakui bahwa jika instruktur mau dirinya mati, orang itu lebih memilih untuk mengotori tangannya sendiri daripada menyuruh orang lain untuk melakukannya.


"Silahkan duduk, aku akan perkenalkan kalian berdua. Ini Weed, levelnya masih kecil, namun ia menyelesaikan program latihan basic dengan sempurna."


Weed sedikit membungkuk pada si gadis namun ia tak mempedulikannya.


"Ini Seo Yoon. ia juga baru saja menyelesaikan program latihan. Ia mengunjungi rumahku sebulan sekali untuk makan malam dengan kamu."


"Hai. Senang bertemu denganmu."


Weed menyapa Seo Yoon dengan sopan, namun tanpa ekspresi, ia bahkan tak mengarahkan pandangannya ke arah Weed. Jelas-jelas seperti menghiraukan sesuatu yang tak penting.


'Elu gak mau kumpul bareng level kecil atau apa? Kalau gue gak harus berada satu ruangan sama elu, gue juga gak mau kenalan sama elu.'


Pada saat itu, instruktur meminta ijin dan menyeret Weed ke pojok ruangan.


"Aku minta maaf atas ketidaksopanannya."


"Tak apa, pak."


"Sebenarnya ia gadis yang baik. Ia hanya tak tahu bagaimana cara berbicara. Aku menganggapnya seperti anak perempuanku sendiri. Sepertinya ia tak punya rasa percaya pada orang-orang. Aku mengundangnya kemari karena aku pikir ia akan membuka pikirannya padamu. Whew."


"Tak apa, aku tak merasa terganggu."


Tetap saja, Weed tak punya alasan untuk menolong Seo Yoon. Ia berpikir percuma untuk mengenal seorang pembunuh, yang bahkan bukan seorang NPC.


"Omong-omong, apa anda keberatan jika saya membantu nyonya Lancer?"


"Apa kau pintar memasak?"


"Tidak sama sekali. Namun, bantuan tetaplah bantuan di sebuah dapur. Ia bisa mengajariku memasak."


"Terserah kau."


Karena ras nya barbarian, istri instruktur sangatlah besar. Sambil mendengar perintahnya, Weed dengan cekatan memotong daging babi dan ia celupkan ke kecap. Disaat ia bekerja keras di dapur, Seo Yoon menggulung lengan bajunya dan memasuki dapur. Ia merasa malu duduk sendirian di meja makan. Ia datang ke dekat Weed, berdiri di sampingnya dan melihatnya memotongi daging. Ia ingin membantu, namun tak tahu apa yang harus dilakukan dahulu. Weed mengarahkan gadis itu ke tumpukan piring.


"Tolong bersihkan ini."


Weed berpikir bahwa Seo Yoon akan menolak permintaannya, namun ternyata, gadis itu mengambil piring-piring itu lalu berjongkok untuk membersihkannya. Mereka mendapat ekspresi yang bagus dari nyonya rumah atas kerja keras mereka.


"Kalian bekerja dengan bagus."


"Terima kasih, nyonya."


"Kau memiliki tangan yang berbakat. Apa kau mau belajar skill memasak?"


Tawaran inilah yang ditunggu-tunggu oleh Weed. Kalau tidak, untuk apa ia susah-susah mengotori tangannya?


"Tentu, nyonya. Terima kasih banyak atas kebaikan anda."


    Mendapat skill Cooking.

Seolah ia merasakan sesuatu saat ia melihat Weed, Seo Yoon juga minta pada istri instruktur untuk mengajarinya cara memasak. Skill Cooking— adalah skill simpel yang bisa kau pelajari dimana saja, dengan mengeluarkan biaya untuk mendaftar di guild masak atau dengan menjadi murid di sebuah restoran. Sudah tentu itu akan berguna nanti.


Daging panggang yang berada di baki yang besar akhirnya disajikan di atas meja. Dagingnya dipanggang hingga berwarna kuning, asapnya terasa enak, aromanya tampak sangat nyata di virtual reality. Weed dengan sigap mengambil sebuah pisau dan garpu.


*Glare*
Tiba-tiba, instruktur memperingatkan Weed.


"Kau adalah seorang tamu, Weed. Jangan makan terlalu banyak."


Pemilik rumah seperti apa yang akan mengkritik tamu yang telah diundang di meja makan? Ia tak lagi seorang instruktur yang gagah di Training Hall, namun seorang Orc jahat yang mengutarakan kerakusannya untuk makanan yang ada di meja. Seorang Orc level 200an. Tapi Weed bukanlah tipe orang yang gampang menyerah pada ancaman di hadapan makanan seperti itu.


"Saya tak setuju, instruktur."


"Kau tak setuju dengan saya?"


Weed tiba-tiba merasa tertekan, lebih dari yang bisa ia tahan. Ia merasa pusing, dan tangannya yang memegang pisau bergetar-getar.


'Sial.'


Weed menelan ludah dan melihat kesamping. Ia melihat Seo Yoon untuk melihat bagaimana gadis yang tampak rapuh itu bereaksi. Ini adalah dunia fantasi dalam game RPG. Level adalah segalanya. Gadis itu tampak biasa-biasa saja.


'Gadis ini paling nggak level 200. Dan istri barbarian itu juga.'


Istri si instruktur, adalah salah satu barbarian yang menghormati hukum rimba, khususnya soal yang kuat makan yang lemah, menghiraukan teriakan yang lemah. Karena barbarian adalah ras yang memiliki fisik superior dari ras lain, hanya Weed yang merasa terancam oleh intimidasi yang muncul dari mata instruktur. Tak ada yang memiliki nasib sama. Namun ini adalah Weed. Bukankah ia orang yang dapat membuat musuh menjadi teman, dan teman menjadi pengikut setia?


"Instruktur yang terhormat, biarkan aku berbicara."


Sambil melawan getaran di tubuhnya, Weed baru akan membuka mulutnya.


"Apa! Kalau kau punya sesuatu untuk dikatakan, taruh pisau dan garpunya, dan kita bisa bicara dengan nyaman hingga akhir waktu."


"Istri anda yang cantik mempertontonkan keahlian memasak yang sangat luar biasa pada makanan ini. Aku telah teracuni oleh aromanya, dan memenuhi isi kepalaku dengan pikiran bagaimana akan rasanya. Sekali aku makan ini, ingatannya akan tersimpan untuk selamanya."


Instruktur terbahak-bahak dengan tawa khasnya.


"Istriku adalah koki yang hebat. Aku bangga dengannya."


"Pastinya. Toh, beliau adalah istri anda. Daging panggangnya tampak menakjubkan."


"Sayang."


Nyonya Lancer menjawil suaminya. Sepertinya ia merasa senang dengan pujian dari Weed.


"Kau benar, dimana lagi kau bisa memiliki kesempatan untuk makan makanan yang seenak ini? Ambil sesukamu, Weed."


Seperti peribahasa, seorang istri adalah kebanggaan seorang suami. Instruktur membuktikan bahwa ia adalah orang yang mudah ditipu kalau membahas istrinya. Omong-omong, makanannya enak. Tak hanya babi panggang namun juga hidangan sampingan yang di masak oleh nyonya rumah menggunakan resep dari Northen Province melegakan lidah milik Weed."


"Yum, yum. Enak sekali, nyonya. Kaulah yang terbaik. Aku iri oleh tuan Lancer yang bisa memakan masakan anda setiap hari."


"Pastinya."


Kata instruktur menyatakan setuju sambil tersenyum lebar. Weed mengendurkan sabuknya dan mengistirahatkan dirinnya. Instruktur tertawa dengan tulus, dan Seo Yoon menyelesaikan piringnya dengan sigap dalam kesunyian layaknya boneka perancis yang terbuat dari es. Weed beristirahat pada malam hari di rumah instruktur, dan pergi ke luar benteng keesokan paginya.


***


Sir Midvale dan pasukannya ang terdiri dari 30 infanteri yang diutus untuk membersihkan Sarang Litvart tengah berkemah di dekat gerbang.


"Salam. Apakah anda Weed?" tanya seorang knight.


"Ya, pak."


Sedikit investigasi sebelum melakukan quest tak pernah merugikan. Dari apa yang berhasil Weed ketahui, Sir Midvale adalah anggota Red Order, sebuah unit kunci dalam pasukan Rosenheim, dimana ia pernah ditugaskan untuk menyelesaikan misi yang cukup penting. Menurut rumor, ia baru saja dipromosikan menjadi seorang Royal Knight. Ia adalah kebanggaan dari kerajaan, dianggap bagaikan wajah dari keksatriaan.


"Tujuan kita cukup jauh. Butuh waktu 3 jam dengan menunggang kuda," Kata Sir Midvale.


"..."


Semua infanteri, kecuali Weed, tengah menaiki kuda coklat. Ia sendirian membawa tas punggung, dan tak pernah terpikir olehnya bahwa ia butuh sebuah kuda. Sekalipun, tak akan ada bedanya bila ia diberitahu sebelumnya. Seekor kuda memiliki harga yang cukup tinggi, paling tidak 100 gold.


"Docke meminta tolong padaku. Jadi aku akan meminjamimu seekor kuda untuk sementara," Lanjut Sir Midvale.


"Terima kasih, pak."


"Vance, bawa kudanya kemari."


Seorang prajurit datang membawa anak kuda jantan yang tampak menyedihkan. Ia ditarik dengan paksa dengan kekangnya, sambil melawan dengan kedua kaki belakangnya. Tampak dua gigi emas dan terengah-engah, anak kuda itu seperti seorang berandal.


'Kalau aku naik kuda itu, keberuntunganku bakalan hilang selama tujuh tahun selanjutnya.'


"Sampai misi ini selesai, anak kuda ini akan menjadi tanggung jawabmu sementara waktu," Kata Sir Midvale.


Ding!


Nama
Arse
Posisi
Netral
Level
3
Species
Kuda
Gelar
Stallion
Fame
-300
HP
30
 MP
0

    Ditugaskan dalam pasukan pembersihan Sarang Litvart. Anak kuda yang dungu ini seringkali mencoba untuk mengakali pemiliknya. Ia membenci air dan menolak untuk berjalan saat hujan. Butuh perawatan ekstra, atau ia bisa mati karena sakit.
    P.S.: Hati-hati, ia sering kentut.

"..."


Status window untuk si anak kuda membuat Weed frustasi. Weed pernah mendengar bahwa kuda yang berdarah murni itu susah untuk dikendalikan, namun ia berpikir bahwa memalukan jika anak kuda ini lebih parah.


"Memang tak akan lama, tapi ayo kita berteman."


Weed menjulurkan tangannya untuk mengelus anak kuda itu, tapi ia malah menggigit tangannya.


"Berani-beraninya kau!"


Saat Weed memelototinya, si anak kuda berputar ke belakang dan menurunkan kedua kaki belakangnya.


"Anak pintar."


Kata Weed pelan. Pada saat ia mencoba menaiki punggung dari si anak kuda, tau-tau tercium bau dari pantatnya yang SANGAT tidak menawan –si anak kuda tiba-tiba menundukkan kepalanya, lalu menendang ke arah belakang dengan kedua kakinya.


"Aduh!"


Tubuh Weed terlempar karena aksi tersebut dan mendarat dengan keras di tanah. Satu serangan itu mengurangi 70 poin HP nya. Sangat jelas, kuda itu mencoba membunuhnya dengan tindakkannya.


"Kau bajingan!"


*Hmph*
Diantara Weed dan anak kuda, sebuah ikatan telah terbentuk. Mereka memandang satu sama lain bagaikan ingin mematahkan leher masing-masing.


"Aku tak akan membiarkanmu naik di punggungku, manusia bodoh," pikir si anak kuda.


"Aku bakal menghajarmu sampai mati suatu hari nanti," muncul dari ekspresi Weed.


Suatu pertempuran antara seorang pria dan hewan buas tengah terjadi. Pada saat itu, Sir Midvale berkata:


"Kalau kau sudah siap, ayo berangkat."


Sir Midvale dan pasukannya mulai berbaris ke arah timur. Weed menunggangi anak kuda dan maju perlahan-lahan.


***


Seo Yoon juga bertahan di rumah instruktur. Ia tak bisa menolak ajakan persisten untuk menginap dari istri instruktur.


Ia berpapasan dengan Weed beberapa kali di pagi hari. Ketika ia membuka pintu ruang tamu, Weed tengah berada disitu.


Namun mereka tak memandang satu sama lain, berpura-pura tak menyadari ada orang lain, dan pergi tanpa salam.


Ketika Weed pergi dari rumah instruktur, Seo Yoon mengikutinya karena ia merasa malu sendirian disana.


Dengan mata yang tampak kosong, ia melihat tempat dimana Weed berdiri beberapa menit yang lalu.


'Kemana aku harus pergi sekarang?'


Kemanapun yang aku mau...'


Tak ada tempat seperti itu. Pada waktu yang sama, ia bebas pergi kemanapun.


'Asal aku bisa menjauh dari ingatan yang menyakitkan ini.'


Seo Yoon mulai berjalan ke arah gerbang selatan. Bukannya karena ia ingin pergi ke sana atau apa.


Ia hanya ingin pergi ke tanah yang tak ada orangnya, tanah yang belum dieksplorasi sepenuhnya, suatu tempat yang penuh dengan monster.


Ia memulai petualangannya dari dekat pusat benua, dan terus bergerak ke arah barat untuk mencari monster yang lebih kuat untuk dilawan.


'Aku ingin bertemu monster.'

'Aku bisa melupakan masalahku saat melawan mereka.'

'Aku tak perlu berpikir tentang apapun.'

'Bahkan tentang kenyataan yang tak bisa kuhindari bahwa aku tak pernah dicintai dalam hidupku.'

'Stop, Seo Yoon. Tabahkan dirimu.'



Meskipun Seo Yoon tak bicara pada siapapun, jauh dari kebenaran bahwa pikirannya berhenti berfungsi. Dibawah permukaan yang beku, air mengalir dengan deras ketika ia menanyai dirinya sendiri, dan menjawabnya. Namun, di permukaannya, wajahnya kosong tanpa ada tanda-tanda ekspresi, bagaikan diukir dari sebongkah es.


Percakapan yang diulang-ulang. Katakan ini, dengar itu. Gema dalam pikirannya. Seo Yoon merasa laparnya berkurang saat ia bertarung diantara gerombolan monster. Ia menharapkan pertarungan keras di sebuah dungeon penuh dengan monster. Selalu berharap untuk bertemu monster yang lebih mematikan, ia tak takut mati. Ia tak pernah membiarkan darah yang mengalir dari pertempuran kering sedetikpun.


Seorang berserker yang hidupnya penuh dengan kegilaan dan pembantaian– itulah dia, selalu menemukan kedamaian di sebuah medan perang.

No comments:

Post a Comment