Sunday 26 April 2015

Moonlight Sculptor Vol 1 Chapter 10

Peran Weed Dalam Pasukan

*blm di proofread

Pasukan pembebasan Desa Baran!
Terletak di perbatasan peradaban manusia dalam Kerajaan Rosenheim, desa itu tengah dikepung oleh monster.

Kerajaan telah memperkuat pertahanan benteng dan mengorganisir kelompok milisi di kota-kota di garis depan, namun para goblin dan orc yang menyerang dan merampas hasil panen musim gugur masih merajalela, dan membuat kalangan istana pusing.

Misi dari pasukan yang diserahkan kepada Darius adalah quest grup untuk mengambil alih Desa Baran yang telah jatuh ke tangan lizardmen. Mereka yang bergabung dengan pasukan akan mendapat quest yang sama, dan mereka, yang terdiri dari 300 player, akan datang untuk mengusir para lizardmen keluar dari desa.

Topik ini tengah berputar-putar di sekitar Serabourg selama beberapa hari terakhir. Bahkan player dari kerajaan lain datang ke Serabourg dengan tujuan untuk bergabung dengan quest, membuatnya semakin ramai.

Anggota yang ikut dalam quest akan mendapat EXP, dan juga fame, sebagai penghargaan dari kerajaan Rosenheim. Semua orang sibuk membahasnya, namun berita itu tak sampai ke telinga Weed karena ia tengah sibuk mengukir patung di kiosnya. Weed setuju untuk menemui anggota tim lamanya. Mereka menunggu di tengah kota.

"Senang bertemu denganmu lagi, Weed."

"Wow, lama tak jumpa!"

Surka dan Irene menyambut Weed. Penampilan mereka berubah drastis saat ia tak ada. Surka menggunakan jubah yang bagus, dan Irene menggunakan pakaian pendeta berwarna putih. Romuna si mage, menggunakan jubah hitam standart. Mereka kaget karena Weed masih saja tak mengubah penampilannya.

"Weed, darimana saja kau?"

"Ceritanya panjang..."

Sebelum Weed dapat menjawab, Surka memotongnya dan berkata:

"Aku mengerti. Kau tak login selama beberapa minggu, ya kan?"

"..."

"Oh iya, apa kau mau bergabung dengan quest pasukan ke Desa Baran? Ayo ikut bersama kami, Weed!"

Romuna menyelipkan tangannya ke arah Weed layaknya mereka berdua adalah pasangan. Pale si ranger tengah melihat mereka dengan tatapan penuh luka, membuat Weed sedikit gemetar. Ia sudah merasakan bahwa Pale sebenarnya diam-diam menyukai Romuna. Sambil melepaskan tangannya dari genggaman Romuna, Weed bertanya:

"Berapa level kalian sekarang?"

"Aku level 48. Aku mati 5 atau 6 kali saat leveling, jadi aku yang paling rendah," kata Surka malu-malu.

"Aku level 51," kata Irene.

"Sama aku juga," kata Romuna.

"Aku level 53," kata Pale yang masih merasa terganggu.

Weed mengerti bahwa anggota timnya adalah teman satu sama lain di dunia nyata, jadi mereka selalu leveling bersama, dan naik level dengan kecepatan yang hampir sama. Namun, sangat jelas bahwa mereka telah leveling dengan serius karena level mereka naik lebih cepat daripada player lain.

Mereka mengaku pada Weed bahwa mereka tengah cuti dari kuliah selama beberapa waktu. Sekalipun mereka tak memberitahu lebih dari itu, ia mengira mereka bermain Royal Road secara non-stop, tanpa tidur, terkurung dalam ruangan mereka yang gelap seperti terisolasi, dan merupakan individu yang kurang bersosialisasi.

Pale kemudian menetapkan bahwa Weed akan ikut bersama mereka untuk bergabung dengan quest pasukan pembebasan.

"Mereka berkata bahwa syarat untuk bergabung adalah level 30 keatas. Quest ini memberikan EXP yang cukup banyak, dan kau juga bisa mendapat beberapa fame."

Pasukan pimpinan Darius dijadwalkan untuk melawan beberapa jenis monster. Target utama mereka adalah para lizardmen yang menguasai Desa Baran, namun besar kemungkinan mereka akan berhadapan dengan goblin yang kurang berbahaya.

"Misi ini memiliki sedikit resiko, namun kita bisa meminta bantuan dari NPC bila ada kejadian yang berbahaya. Aku jijik dan capek melihat laba-laba dan bandit." kata Pale yang menunjukkan wajah takut.

Ketika Weed sedang tidak bersama mereka, anggota timnya telah berburu monster di sebuah dungeon. Itu adalah dungeon yang penuh laba-laba, dimana laba-laba merah dan arachnid beracun berada di balik setiap stalaktit. Racun memang bisa diatasi oleh Irene, namun Pale merasa trauma dengan jaring laba-laba yang lengket, berjuang dengan menyedihkan melawan laba-laba raksasa yang meneteskan air liur.

Weed mengangguk, ia mengerti dengan apa yang dilalui oleh Pale. Ia juga memiliki masa-masa berat saat melawan ulat-ulat raksasa.

"Kayaknya gak terlalu rugi untuk gabung dengan quest ini."

"Kita menerimamu dengan senang hati, Weed. Omong-omong..."

"Ya?"

"Apa kau sudah memiliki profesi?"

Omong-omong soal profesi, Weed masih tak dapat menentukan pilihannya ketika ia leveling bersama anggota timnya dulu. Mereka bahkan bertaruh kapan ia akan memilih profesinya.

"Aku sudah mendapat sebuah profesi, tapi—"

"Profesi apa itu? Beritahu kami."

Irene, yang biasanya kalem, mendekati Weed dengan mata yang ingin tahu. Sebagai priest yang bertugas untuk heal dan buff yang mendukung anggota tim lain, ia harus mengetahui semua profesi dari anggota timnya.

Banyak divisi untuk profesi warrior, belum lagi cabang lain dari profesi bertempur yang berspesialisasi dalam senjata dan gaya bertarung yang berbeda. Tipe tanker biasanya memiliki defense dan HP yang tinggi, dan memberikan tipe damage bergantung dari kekuatan serang dan strength.

Untuk Surka dan Pale, mereka tergabung dalam profesi support dengan agility yang lebih tinggi, namun strength dan vitality yang lebih rendah daripada petarung lainnya. Apalagi, Paladin, yang biasa disebut holy knight, dapat menggunakan kekuatan suci, termasuk Healing Hand untuk menyembuhkan diri sendiri, berkat status khusus mereka, Faith.

Weed menggaruk kepalanya. "Aku seorang sculptor."

"Wow, keren! Kau memilih profesi seni."

Surka tertawa riang, namun yang lain tampak kurang senang. Pandangan jelek yang dihubungkan dengan sculptor terukir dalam-dalam di kesadaran mereka.

Faktanya, profesi sculptor adalah salah satu dari profesi pengrajin yang tak ada hubungan sama sekali dengan keahlian bertempur, dan tak memiliki efek dalam hal strength dan vitality.

Namun, mereka tetap menerima Weed apa adanya dari dalam hati mereka. Mereka tak setega itu untuk mengabaikan mantan kompatriot mereka hanya karena ia memilih salah satu profesi yang paling tak diinginkan.

"Kami sedang dalam perjalanan ke Sir Darius untuk bergabung dengan pasukannya. Ayo ikut kami," kata Weed.

"Tapi, kau tahu, aku seorang sculptor," kata Weed.

"Tak usah khawatir. Kami bisa mengisi kekuranganmu. Kita harus buru-buru sebelum orang lain mengisi tempat yang masih kosong. Ukuran dari pasukannya terbatas untuk 300 player dan 200 prajurit NPC yang direkrut berdasar urutan siapa yang datang terlebih dahulu," kata Pale.

"Ayo, Weed," kata Romuna.

"Jika kau pikir kau tak memiliki kualifikasi untuk bergabung hanya karena kau adalah seorang sculptor, kita akan membantumu. Please?" kata Surka.

Sekarang setelah Weed memberi tahu profesinya, ia tak punya alasan lain untuk berkata tidak. Para wanita di timnya merasa seperti ibu yang tak bisa mengabaikan Weed, sekalipun mereka pikir ia masih lemah, dan bahkan Pale hampir memohonnya untuk bergabung dengan quest itu untuk membalas apa yang telah ia lakukan untuk mereka.

Didorong oleh kegigihan mereka, Weed pergi menuju dimana pasukan Darius ditempatkan.

***

Duke Kanus mengadakan pertemuan rutin untuk knight. Semua knight yang berada di dalam Benteng, tanpa pengecualian, diharuskan untuk menghadirinya. Di pertemuan itu, mereka mendiskusikan bagaimana cara mengusir para monster keluar dari Rosenheim, rencana wajib militer, dan isu militer penting lainnya.

"Kau telah menyelesaikan tugasmu dengan sempurna, Lord Midvale, dan semua prajurit yang kau pimpin menjadi sangat terlatih. Aku merasa kagum bahwa level mereka semua melewati angka 50," kata Duke Kanus.

"Itu bukan pekerjaan saya, yang Mulia," kata Sir Midvale.

"Huh? Aku secara pribadi mempercayakan tugas ini padamu. Ceritakan padaku apa yang terjadi," kata Duke Kanus.

"Jika itu kehendak anda, yang Mulia," kata Sir Midvale. Ia lalu melaporkan secara detail seluruh peristiwa yang terjadi di dalam Sarang Litvart.

"Hmm... Aku mengerti." kata Duke Kanus sambil mengelus kumis lebatnya.

Knight lain juga tampak kaget bahwa orang asing, yang bukan asli keturunan Versailles, dapat menyelesaikan tugas itu dengan baik. Para NPC mengenal diri mereka sebagai penduduk lokal yang lahir di Benua Versailles, dan para player sebagai orang yang dimerdekakan dan dikirim oleh Gaea yang maha Suci. Mereka memiliki emosi, berbicara, dan bertingkah seperti manusia asli, berkat artificial intelligence (AI) yang telah di program.

"Benar-benar pria yang hebat. Lord Midvale, kenapa kau tidak merekrutnya untuk bergabung dalam tentara Rosenheim?" tanya Duke Kanus.

"Saya sudah memintanya untuk menjadi pejabat militer dua kali, namun ia berkata bahwa ia ingin tetap memiliki kebebasan dan membunuh para monster dengan keinginannya sendiri.

"Benar-benar menakjubkan," kata Duke Kanus yang merasa kagum.

"Benar, yang Mulia. Sekalipun ia bukanlah bagian dari kerajaan kita, saya mengira bahwa ia pasti akan mencurahkan waktunya untuk Rosenheim," kata Sir Midvale.

"Jika memang benar, kita akan bisa melihat ia bertempur di sisi kita suatu saat nanti," kata Duke Kanus, lalu ia mengganti topik pembicaraan tentang Sarang Litvart dan membahas topik selanjutnya.

***

Di jalan menuju Darius, Weed mampir ke toko pangan.

"Weed, kenapa kita mampir disini?"

"Lihat saja nanti."

Toko pangan tampak ramai pembeli. Kebanyakan dari mereka adalah kurir dari restoran di Serabourg. Seorang anak laki-lagi, memakai baju yang tampak seperti seragam kurir, berteriak:

"Aku ingin dada segar!"

"Puhaha, kau ada di tempat yang salah, anak muda. Rumah bordil terletak di pojokan jalan sebelah. Semoga kau punya kartu penduduk," kata penjaga toko.

"Asem. Aku mau dada ayam!"

Si anak menyeringai. Namun lidah penjaga toko yang licin hanya tersenyum.

"Cuma dada ayam? Apa kau tak butuh telur juga?"

"Oh iya, aku lupa... Aku juga butuh telur."

"Tunggu ya. Aku bakal kasih telurnya kalau induk ayam udah bertelur."

"Kalau ayamnya?"

"Tunggu telurnya menetas, nak."

Irene tertawa mendengar percakapan antara penjaga toko dan kurir kecil itu.

"Anak yang lucu."

"Aku rasa ia bekerja di restoran karena ia tak bisa pergi keluar benteng selama 4 minggu."

"Pilihan yang buruk. Kenapa ia memilih bekerja di restoran dimana tak banyak yang ia bisa pelajari?"

Di mata Weed, bekerja di restoran bukanlah pilihan yang tepat. Newbie disarankan untuk mengambil quest yang berhadiah lumayan, atau untuk mereka yang ingin belajar sihir, membaca dan belajar banyak hal di perpustakaan.

Semua agar mereka bisa membeli senjata dan equip yang lebih bagus, berburu monster lebih mudah dan naik level lebih cepat di kemudian hari. Namun, Weed tak setuju dengan pendapat Pale.

"Jika kau bekerja di restoran, kau bisa belajar skill cooking. Itu berguna," kata Weed.

"Aku tahu, tapi apa gunanya belajar skill yang gak berguna seperti cooking? Kalau kau membeli roti gandum yang diberi sihir pengawetan, rotinya bakal tahan selama sebulan," kata Pale.

"Dia benar. Kenapa kita belajar bagaimana cara memasak kalau kita bisa menaikkan faktor kepuasan dengan mudah?" tanya Surka.

Menurut Weed, Pale dan Surka terdengar bodoh dan kekanak-kanakan. Mereka meremehkan cooking skill sama seperti mereka meremehkan sculpture mastery, tanpa tahu efek besar pada status yang bisa didapatkan dari makanan enak.

'Orang-orang ini tak tahu bagaimana rasanya hidup miskin.'

Mata Weed tampak menggelap. Mereka yang pernah melalui masa-masa kesulitan keuangan tak akan meremehkan dari kepentingan skill cooking. Bayangkan jika kau dipaksa untuk hanya makan roti gandum ketika sedang berburu monster di alam liar.

Jika kau adalah newbie level kecil, kehabisan uang, tentu kau akan bertahan karena memang tak ada alternatif lain. Namun sekali kau mencapai level dimana kau bisa membeli makanan yang lebih enak, lidahmu secara otomatis akan menolak roti gandum.

Bahkan sebenarnya Pale tak selalu memakan roti gandum. Pada akhirnya, manusia itu sama saja. Mereka punya daftar keinginan yang sama, dan ketika mereka berhasil mendapatkannya, keinginannya akan bertambah besar. Apalagi, soal kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan.

Apalagi, skill cooking berefek dalam kehidupan nyata. Saat skill cooking berkembang, skillmu akan memberikan daftar resep yang tersedia berdasar tipe bahan yang kau punya. Kau bisa mencoba resep baru dalam game virtual, dan resep itu akan ada dalam ingatanmu setelah kau log out dari game.

Jika kau menguasai skill cooking paling sampai tingkat expert, kau tak akan perlu khawatir untuk mendapat pekerjaan, karena semua restoran akan mau merekrutmu dengan tangan terbuka.

Virtual reality.
Artinya bahwa realita benar-benar direalisasikan dalam dunia imajinasi. Dengan kata lain, apa yang dipelajari dalam game virtual akan juga bekerja dalam kenyataan. Royal Road adalah game dengan realistik dan detil seperti itu.

Tentu saja, kebanyakan player yang tak minat untuk belajar skill craft secara luas seperti Weed tak akan pernah mengerti apa arti mereka yang sebenarnya sampa mereka mengalaminya dengan tangan mereka sendiri.

'Toh aku gak yakin apa sebenarnya mereka mau mencobanya.'

Weed mengantisipasi bahwa nilai dari cooking skill akan beranjak tinggi ketika level player mencapai ratusan. Untuk masakan yang disajikan Weed dengan skill cooking tingkat basic, mereka memberikan efek bonus HP, jadi bayangkan bagaimana efeknya ketika seorang master menyajikan masakannya?

'Aku yakin bahkan sebuah pasangan bahagia yang telah menikah bakal membunuh satu sama lain hanya untuk mencicipinya.'

Tak hanya rasa masakan, namun bonusnya juga sangat spektakuler. Roti gandum yang keras dan tanpa rasa vs. masakan Perancis yang rasanya bagaikan surga dan menambah bermacam status! Kontesnya bakal selesai sebelum sempat mulai. Weed membayangkan makanan yang disiapkan oleh chef terkenal akan menghasilkan banyak gold.

Ia pikir harga patung akan tetap bertahan, namun skill cooking, selama masih menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan, tak akan pernah kekurangan pengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Para ranker juga pasti menginginkan makanan terbaik yang bisa mereka temukan, dan nilai dari koki profesional akan mencapai puncaknya.

'Yah, beberapa orang mungkin sudah memikirkan tentang hal ini sebelumnya. Koki adalah salah satu profesi yang paling ketat dalam menjaga rahasia mereka. Mereka pasti menciptakan resep mereka sendiri dan meningkatkan skill cooking mereka.'

Weed berbalik menghadap anggota timnya dengan wajah serius dan berkata:

"Aku tak bisa menyangkal bahwa kalian memandang rendah seluruh craft skill. Skill bertempur memang penting. Namun aku pikir craft skill bisa menjadi skill yang paling dibutuhkan di masa depan. Semua craft skill mempunyai sesuatu yang sama, dan mereka juga membantu meningkatkan kekuatan bertarung sebuah karakter. Aku sarankan kalian belajar skill cooking. Itu penting dalam kehidupanmu sehari-hari."

"..."

"Maafkan aku," kata Surka dengan suara pelan.

"Aku lupa bahwa kau adalah seorang sculptor, dan aku tak berpikir saat menjelek-jelekkan pengrajin. Aku benar-benar minta maaf," kata Pale.

Wajah Surka, Pale, dan Irene tampak memerah penuh malu. Mereka pikir Weed marah karena mereka menganggap remeh skill cooking, salah satu dari craft skill, tepat di depannya.

'Hey, bukan itu maksudku. Kalian salah kaprah.'

Weed menggelengkan kepalanya. Tak peduli sesusah apapun ia mencoba untuk menunjukkannya pada mereka, mereka tetap tak akan mengerti dengan jelas sebelum mereka benar-benar membutuhkannya.

Toko pangan memiliki suasanya yang ramah karena mereka melayani banyak pelanggan reguler. Weed menerobos kerumunan para pelanggan dan berjalan ke arah kasir.

"Halo," kata Weed.

"Halo. Aku baru saja mendengarmu. Kau punya pemikiran yang benar soal skill cooking!" kata penjaga toko.

"Terima kasih."

"Wajahmu tampak familiar..."

"Ya. Aku pernah belanja kesini beberapa hari yang lalu."

Ketika Weed menaikkan sculpture mastery dan skill cookingnya pada waktu yang sama, ia juga mengunjungi toko ini untuk memborong bahan-bahan masakan— untuk satu alasan simpel: harga yang murah.

Cara yang paling mudah untuk memaksimalkan keuntungan adalah dengan selalu meminimalisir biaya dengan membeli bahan dengan jumlah banyak dalam sekali waktu agar mendapat diskon. Weed selalu datang ke toko ini untuk belanja, namun ini baru pertama kalinya ia berbicara pada penjaga toko itu.

"Oke. Terima kasih sudah belanja disini. Omong-omong, apa kau juga memilih jalur seorang koki sekarang?"

"Tidak. Profesi utamaku bukanlah seorang koki, tapi aku tahu nilai dari skill cooking."

"Bagus. Jadi apa yang kau butuhkan?"

Mata si penjaga toko bersinar terang, mengamati Weed. Ia telah mengerti dari percakapannya dengan kurir bahwa penjaga toko ini adalah seorang player.

"Bumbu-bumbu dan kecap," kata Weed.

"Hmm, kami punya banyak jenis bumbu yang berbeda-beda," kata penjaga toko.

"Ada garam, gula, dan merica, dan aku juga bisa menunjukkan padamu bahan lokal yang spesial, seperti bumbu dari daratan Elf, dan sebotol getah yang diperas dari suatu tumbuhan di utara."

Di benua yang luas, banyak item dengan rasa khusus yang dipanen oleh petani lokal dan dijual melalui karavan.

"Aku tak butuh bumbu yang berlebihan. Yang biasa saja."

"Bagus. Cuma orang bodoh yang ingin pamer yang mencari sesuatu yang spesial. Bagaimana dengan kualitasnya?"

"Tentu saja, aku ingin yang terbaik."

"Berapa banyak?"

Weed menghitung berapa banyak uang yang ia punya. Ia belum menjual beberapa tipe ore, kecuali perak yang ia dapatkan dari para induk ulat. Ia menyimpannya untuk digunakan di kemudian hari, ketika ia menaikkan level repair skillnya hingga ia bisa memakai ore tersebut.

"Aku punya 27 gold sekarang. Aku mau beli sebanyak mungkin," kata Weed.

"Oke. Aku kasih kamu beberapa ekstra," kata penjaga toko.

Ketika anggota tim Weed mendengar percakapan diantara Weed dan si penjaga toko, mereka merasakan rasa saling memahami dan respek mengalir diantara mereka layaknya teman minum lama yang bertemu kembali.

Faktanya, si penjaga toko adlaah player yang telah mengambil jalur memasak. Ketika ia melihat Weed, ia menyadari bahwa seorang saingan yang kuat telah muncul. Weed juga mengakui bahwa si penjaga toko adalah seniornya dalam bidang memasak, jadi mereka tak butuh kata-kata. Cukup dengan kontak mata.

Ia mengemas bumbu dan kecap yang telah ia beli ke dalam tas punggungnya. Ketika ia puas dan siap untuk perjalanan baru, ia pergi ke arah pasukan Darius dengan anggota timnya.

***

Pasukan yang ditujukan untuk membebaskan Desa Baran menjadi populer di dalam kota, jadi ada banayk player yang ingin untuk bergabung dengan questnya. Darius duduk di sebah kursi kecil, sambil mewawancarai para pendaftar untuk questnya:

"Selanjutnya."

"Halo, aku Cochran. Archer level 68. Aku ahli dalam Multiple Shot, dan senjataku adalah Lasante's Bow."

"Diterima."

Baris selanjutnya adalah party Weed dengan Pale di depan, yang berjalan ke arah Darius dengan gelisah. Pale berbicara sebagai perwakilan dari partynya.

"Kami semua tergabung dalam party yang sama. Level 50an. Seorang priest, seorang battle mage dengan elemen api, seorang ranger, seorang monk, dan..."

Pale ragu-ragu sebelum ia mengenalkan Weed karena ia takut ketika ia berkata bahwa Weed adalah seorang sculptor, Darius akan marah dan menolak mereka semua.

"Hmm, kau punya party yang seimbang. Bagus. Dan dia..." Darius melihat Weed dan bertanya pada Pale, "Apakah dia juga bagian dari party mu?"

"Ya."

"Total 5 orang. Pas dengan slot kosong yang tersisa di pasukanku."

"Jadi..."

"Maukah kalian bergabung dengan quest untuk mengambil alih Desa Baran?" tanya Darius, dan sebuah jendela pesan muncul di depan mata Weed.

Pasukan Pembebas Desa Baran
    Di luar perbatasan kerajaan Rosenheim adalah alam liar yang penuh monster. Tembok telah dibangun, dan pasukan telah dikirim untuk menjaga agar para monster tak menginvasi kerajaan, namun ada sebuah celah. Melalui celah itu, segerombolan monster menerobos masuk dan menguasai Desa Baran.

    Bersama dengan prajurit Rosenheim, selamatkan Desa Baran dari bencana, dan hancurkan para monster.

    Tingkat kesulitan: D

    Batas waktu: 30 hari

Pale berkata dengan senyuman besar:

"Tentu."

"Aku juga ingin bergabung."

"Sama."

"Terima kasih untuk ajakan questnya."

"Yup."

Weed adalah orang terakhir yang menerima quest ini.

Kamu menerima quest.

"Oke. Ayo berangkat sekarang." Darius berdiri dan berteriak:

"Semua yang ikut dalam quest pasukan ini, kumpul kemari! Kita sudah punya cukup orang, jadi kita akan pergi sekarang!"

***

Tak ada upacara khusus untuk pasukan pembebas Desa Baran. Hanya beberapa orang yang merupakan teman dari beberapa anggota pasukan melambaikan tangan.

300 player, dengan bermacam-macam seragam, beerjalan keluar gerbang selatan dan menuju provinsi selatan— tujuannya adalah Desa Baran. Mereka berniat untuk mengambil alih desa yang telah dijarah oleh para lizardmen.

"Hehe. Aku tak pernah pergi sejauh ini dari Serabourg sebelumnya. Rasanya seperti sedang melakukan sebuah karya wisata!" kata Romuna.

"Seharusnya aku membawa kotak makanan," kata Irene.

Kedua gadis itu mengobrol dengan nyaman. Udara yang segar di hari yang cerah! Ini adalah hari yang sempurna untuk sebuah karya wisata. Singa dan serigala, yang takut dengan ukuran pasukan yang besar, lari dari jalur yang kami lalui, menjamin keamanan perjalanan ini.

Ketika anggota tim Weed berjalan santai, menikmati pemandangan, Weed sedang mengamati anggota pasukan yang lain, bagaimana tampilan mereka dan apa yang mereka pakai.

'Rata-rata player di pasukan ini antara 40 dan 60. Aku dengar level Darius adalah 140an.'

Darius memiliki 5 anggota tim; 3 sword warrior, seorang thief, dan seorang warrior biasa.

'Aku anggap mereka memiliki level yang hampir sama.'

Weed menyimpulkan bahwa Darius mengisi batalionnya dengan siapapun yang meminta quest, hanya untuk mencapai syarat 300 player.

Kecurigaannya telah muncul dalam pikiran Weed ketika Pale mendaftar untuk quest ini, dan Darius tampak sangat longgar dalam menerima partynya. Dalam kasus Weed, Darius bahkan tak menanyai level dan profesinya.

'Aku pikir ia ingin menyelesaikan quest ini secepat mungkin. Banyak hadiah yang ditawarkan.'

Sebuah perasaan siaga merayap kedalam pikiran Weed. Ia telah melakukan penelitian tentang Darius, pemimpin dari pasukan ini, setelah Pale mengirimi pesan tentang quest ini.

Darius memiliki reputasi yang jelek. Sebuah fakta yang tersebar luas bahwa ia akan melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang ia mau.

"Semuanya, dengar," kata Weed dengan pelan.

"Huh?" kata Surka.

"Ketika kita sampai di Desa Baran, jangan mempercayai orang lain dengan mudah," kata Weed.

"Apa yang kau maksut?" tanya Romuna.

"Maksudku, kita sendirian disini," kata Weed.

Pale melihat sekeliling layaknya sadar oleh kata-kata Weed. Lalu, ia setuju dengan Weed,"Aku mengerti maksutmu, Weed."

"Apa itu? Aku gak ngerti," kata Surka.

Weed cemberut padanya.

"Apa kita kenal anggota lain dari pasukan ini?"

"Nggak," kata Surka.

"Apa maksutmu kalau-kalau ada item bagus yang muncul, seseorang mungkin akan membunuh kita agar bisa mendapatkannya?" tanya Irene.

Pertanyaan yang ia ajukan dengan cepat mengagetkan semua orang yang ada dalam partynya. Surka dan Romuna bahkan tampak takut.

"Bukan itu yang aku maksut. Tentus saja itu bisa terjadi. Namun aku pikir tak ada orang yang cukup berani melewati batas di depan banyak saksi di dalam pasukan. Jika ia mendapatkan tanda pembunuh dengan membunuh kita, seketika ia akan menjadi musuh publik di tengah-tengah ratusan orang, dan mereka akan membunuhnya sebagai balas dendam. Dan juga, Darius tak akan membiarkan itu terjadi, karena itu bisa membahayakan kepemimpinannya."

"Lalu apa yang mengganggumu?" tanya Romuna.

"Kita tak bisa bergantung pada orang lain. Itulah masalah kita," kata Weed. Weed memimpin anggota timnya sedikit menjauh dari pasukan untuk menghindari orang yang menguping, dan menambahkan:

"Berbanding dengan level kita yang rendah, kita akan melawan monster dalam jumlah banyak."

"Tepat! Bukankah karena itu mereka mengumpulkan 300 player untuk quest ini, dan meminjam 200 prajurit lain dari tentara Rosenheim? Ketika kita menyelesaikannya, kta akan mendapat banyak experience dan fame," kata Surka.

"Kalau begitu jawab pertanyaan ini. Bagaimana kalian akan bertarung ketika pertempuran telah dimulai?" tanya Weed. "Benar, kira memiliki banyak orang, namun kita semua hanyalah orang yang tak kenal satu sama lain. Kita tak tahu skill apa yang dimiliki ranger itu. Kita tak tahu apa orang yang tampak seperti mage di sebelahnya benar-benar seorang mage atau hanya penyamaran belaka. Bayangkan jika lizardmen menyerang secara tiba-tiba, bagaimana kalian akan bereaksi? Bagaimana kita bisa tetap bersama-sama dan membalas mereka?"

"Tapi apa salahnya dengan itu? Bukannya raid memang harusnya seperti ini?" tanya Irene.

Ketika Irene mengajukan pertanyaan lain, Pale menggelengkan kepalanya. "Kebanyakan quest raid hanya tentang membunuh sejumlah monster atau menyelesaikan beberapa area yang terbatas. Aku tak mendengar banyak tentang pertarungan besar melawan pasukan monster dalam lapangan terbuka seperti quest ini. Kita punya 300 player dan 200 prajurit disini, namun ketika pertempuran dimulai, kita akan tetap menempel pada anggota tim kita sendiri dan pecah menjadi beberapa bagian," kata Pale.

"Jadi artinya..."

"Irene, angka selalu menipu. 300 player dan 200 prajurit tak menjamin bahwa pasukan ini akan menjadi sekuat jumlah dari kekuatan mereka. Jika kita bisa mengalahkan para monster, maka kita akan baik-baik saja. Tapi jika kita mengalami kejadian yang tak terduga, kita akan hancur seperti tumpukan kartu. Kita harus berhati-hati." kata Weed.

Darius terlalu tak sabar dan terlalu terobsesi dengan membuat kemenangan cepat. Karena banyak player yang ingin bergabung dengan quest, ia bisa saja hanya menerima player dengan level tinggi untuk mengurangi resiko kegagalan dalam situasi berbahaya— namun party Weed tak akan bisa bergabung dalam kasus seperti itu.

Namun, Darius berniat untuk mendapatkan semua poin pelayanan publik, jadi ia menolak semua player yang memiliki level diatas 100. Sebaliknya, ia mengisi slot pasukannya dengan level kecil. Ia juga memerintahkan para prajurit Rosenheim untuk tetap di belakang dan mengikuti pasukan utama dengan sedikit jarak.

'Aku yakin ia khawatir bahwa para prajurit akan mengambil beberapa EXP dan fame yang seharusnya akan menjadi milik mereka.'

Jika Weed adalah pemimpin dari pasukan untuk quest ini, ia akan melakukan hal yang sebaliknya. Ia akan mengabaikan 300 player yang lain, dan sebaliknya, memanfaatkan para prajurit Rosenheim.

Jika ia memerintah para NPC, dengan menghancurkan kelompok lizardmen, ia akan mendapatkan kepercayaan dan status leadershipnya akan naik. Kau bisa mendapat fame atau EXP dengan cara yang berbeda-beda, namun status leadership butuh kesempatan seperti ini untuk naik dengan cepat. Weed sekali lagi memperingatkan teman-temannya untuk hati-hati.

***

Pasukan berhenti dari waktu ke waktu untuk istirahat dan makan. Beberapa player di dalam pasukan mengunyah makanan kering yang telah mereka beli, atau makan makanan ringan. Prajurit Rosenheim menjaga waktu makan mereka 3 kali sehari.

"Bagaimana kita akan menyiapkan makanan?" tanya Surka.

Pale dan Surka melihat Weed ketika mereka berbicara tentang waktu makan. Mereka tahu, dari percakapan yang terjadi di dalam toko pangan di lain hari bahwa Weed lumayan handal dalam memasak. Weed melangkah maju untuk menunjukkan keahlian memasaknya.

"Aku akan menyajikan kalian makanan. Pale, bisakah kau berburu kelinci atau rusa? Paling tidak 2 ekor masing-masing."

"Oke," kata Pale.

Pale mengambil busurnya, dan tak lama, kembali dengan 3 kelinci dan 2 rusa. Sebagai ranger yang berspesialisasi dengan penggunaan busur, sekarang ia bisa menembakkan panah ke arah kelinci tanpa meleset.

"Sekarang aku akan menyiapkan makanan lezat untuk kalian," kata Weed.

Weed menyalakan api unggun, menguliti kelinci dan rusa, menusuk sate mereka, dan meletakkan mereka tepat di atas api. Memutar mereka sediki demi sedikit, ia memberi garam dan merica secara merata.

"Heeeey, kelihatannya sedap," kata Surka.

"Bisakah kita memakannya sekarang?" tanya Irene.

Surka dan Irene diperbudak oleh aroma dari daging yang sedang dipanggang— godaan yang tak bisa ditolak. Weed telah memikat lidah dan perut Sir Midvale dan pasukannya di Sarang Litvart. Mereka memakan sup daging buatannya layaknya sekelompok serigala yang lapar, dan bahkan menghabiskan sisa-sisa dari panci yang dipakai untuk memasak.

Dibandingkan sekarang, handicraft tingkat intermediate nya mengeluarkan rasa yang lebih kuat pada masakannya, dan status art juga diterapkan untuk membuat daging kelinci tampak lebih mantap. Bahkan sate yang menusuk dari mulut rusa sampai bagian belakangnya untuk menjaganya tetap di atas api tampak sangat indah.

"Silahkan dinikmati."

Kata Weed ketika ia yakin bahwa ia telah cukup menyita waktu untuk menyiksa anggota tim nya dengan tatapan makanan yang lezat. Seperti peribahasa, rasa lapar adalah bumbu yang paling nikmat.

*Munch*
Begitu Weed memberikan ijin pada teman-temannya, mereka langsung lari ke arah daging panggang dan merobek daging dari tulang lalu melemparnya ke dalam mulut mereka.

"Ya Tuhan, enaaaaaaaaak sekali!" teriak Surka.

"Kau yang terbaik, Weed!"

kata Romuna, sambil memberikan jempol dengan tangannya yang berminyak. Mulutnya dilapisi dengan minyak berwarna kuning. Tampak menyerah pada kerakusannya, salah satu dari tujuh dosa, Irene si priest sedang memakan kelinci utuh, dan Pale sedang sibuk menggilas kaki belakang rusa. Mereka bahkan menjilat tulangnya.

"Terima kasih, Weed."

Merasa senang dengan makanan yang enak, mereka memuji Weed lagi dan lagi.

"Biasa saja."

Weed melihat sekeliling, dan melihat banyak player lain yang mengelilingi pesta kecil mereka tanpa ia menyadarinya.

"Kelihatannya enak sekali."

"Benar..."

"Aku iri dia bisa menikmati makanan seperti itu!"

Diantara anggota dari pasukan Darius, selera makan para penonton di stimulasi lebih kuat oleh pemandangan Irene dan Romuna, yang tampak sedang menikmati waktu paling indah dalam hidupnya.

"Apa aku boleh meminta sedikit daging?" seorang pria bertanya.

Weed mendistribusikan makanannya kepada orang lain. "Silahkan. Tapi lain kali tolong bawa beberapa daging."

"Oh, terima kasih banyak." Mereka menerima masakan Weed dengan senang hati. Namun makanannya telah habis sebelum banyak orang bisa mencicipinya.

Weed mulai bekerja lebih keras pada waktu makan berikutnya karena banyak player mendatanginya dengan membawa daging dan meminta Weed memasaknya untuk mereka. Faktanya, beberapa dari mereka mengetahui bagaimana cara memasak. Mereka dipaksa menyiapkan makanan ketika mereka kehabisan makanan kering yang mereka punya ketika sedang berada dalam misi berburu.

Namun terus terang, 80% dari pasukan kali ini adalah pria. Mereka membenci pekerjaan yang berhubungan dengan dapur, seperti menguliti kentang dan memotong bawang. Hal yang sama berlaku untuk player wanita. Bahkan mereka yang belajar skill cooking lebih memilih untuk mengumpulkan daging dan memberikannya pada Weed daripada memasaknya sendiri.

"Aku merasa kasihan padamu. Aku benar-benar berhutang padamu." kata seorang pria di hari kedua perjalanan.

"Tak apa. Kau tak perlu merasa kasihan. Aku melakukan ini karena aku menginginkannya," kata Weed.

"Tapi..."

"Apa kau benar-benar merasa tak enak dengan ini? Kalau gitu, bagaimana kalau begini? Ayo lakukan pertukaran. Jika kau ingin melunasi apa yang kau rasa berhutang padaku, kau bisa membayar untuk makanannya. Kau tahu, untuk bumbu-bumbunya."

"Hey, aku suka itu. Aku merasa lebih baik."

Sebuah pekerjaan sampingan yang hebat!
Weed mulai mengoleksi sedikit biaya untuk memasak. Tentunya, biayanya lebih banyak daripada harga asli dari kecap dan bumbu, namun tak ada yang komplain karena mereka merasa bahwa itu bisa diterima.

Ketika pasukan berhenti di sebuah kota dalam perjalanan menuju Desa Baran, Weed membeli bahan makanan dalam jumlah banyak di toko pangan. Ia merasa harus mengupdate resepnya untuk menaikkan cooking skillnya lebih cepat. Ditambah, menu baru yang belum pernah dicoba sebelumnya akan selalu diterima dengan baik oleh pembelinya.

Dengan bahan-bahan makanan yang ia beli dari toko pangan, ia sibuk mengotak-atik mereka di perjalanan dan memasaknya pada waktu makan. Zahab's Engraving Knife, selain fungsi aslinya, sangat sempurna ketika digunakan untuk menguliti kentang.

'Well, mengukir patung dan menguliti kentang adalah hal yang sama.'

Masakan yang disajikan oleh Weed meningkatkan HP yang memakan sebanyak 5%, dan karena handicraft skillnya memiliki tingkatan intermediate, masakannya memberi efek tambahan. Simpelnya, handicraft tingkat intermediate meningkatkan efek original sebanyak 30% untuk sword mastery, dan 50% untuk cooking skill.

Jadi, efek final pada HP adalah tambahan sebanyak 7,5%. Memang kedengarannya tak penting, namun perbedaan ini dapat mencegahmu dari kematian di tengah-tengah pertempuran kacau dimana serangan yang entah darimana bisa saja menyerangmu kapan saja. Wajah-wajah yang familiar mendekati Weed, yang tengah fokus masak. Mereka menggunakan seragam tentara Rosenheim.

"Komandan!"

Hanya beberapa NPC yang memanggil Weed dengan sebutan itu. Ia berhenti memotong daging, mengangkat kepalanya dan melihat wajah yang telah ia kenali sebelumnya.

"Kau adalah..." kata Weed.

"Hormat! Salam kepada komandan!"

Mereka adlaah Becker, Hosram dan Dale, rekan-rekan yang bertarung bersama Weed di Sarang Litvart.

"Bagaimana kabar kalian?" tanya Weed.

"Kami semua dipromosikan menjadi denarion, komandan," kata Becker.

Ketika para prajurit yang telah dilatih dengan giat oleh Weed dipromosikan menjadi denarion, mereka tak bisa kembali ke resimen asli mereka. Jadi, atasan militer memberikan mereka rekrutan dan misi baru.

"Jadi mereka menyuruh kalian untuk bergabung dengan pasukan menuju Desa Baran," kata Weed.

"Benar, komandan," kata Dale. "Setelah misi ini selesai, kami akan ditugaskan di desa itu untuk menjaga area sekitar."

Beberapa mantan anak buah Weed, termasuk Buran, ditempatkan dalam komando langsung Sir Midvale, namun sisanya, yang sekarang denarion, saat ini sedang bergabung dalam pasukan pembebasan. Adalah hidung tajam Becker yang mencium masakan Weed dan melacaknya hingga menemukan mantan komandannya itu.

"Hehe," kata Hosram.

"Aku rindu akan masakanmu, komandan," kata Becker.

"Aku minta maaf bahwa kami tak akan melayani anda lagi, namun kenapa tidak kita tunjukkan bahwa persahabatan lama tak akan mati?" Kata mantan anak buahnya sambil memegang perut kosong mereka.

"Kok bisa dia kenal prajurit Rosenheim?"

"Mereka bukan prajurit biasa. Mereka tampaknya seorang denarion."

"Mereka baru saja memanggilnya komandan."

Surka dan Pale tak bisa menyembunyikan kekagetannya. Denarion adalah jabatan yang cukup tinggi, dan level dari para denarion itu tampaknya lebih tinggi dari level mereka.

"Oke. Nih."

Weed menyajikan apa yang tengah ia masak pada anak buahnya. Tanpa perlu dijelaskan, semua persediaan yang dibagikan untuk peleton mereka langsung diserahkan kepada Weed pada saat itu juga.

***

Butuh waktu tepat selama 10 hari berjalan agar para pasukan sampai di Desa Baran. Weed berniat untuk meningkatkan cooking skillnya selama perjalanan. Untuk mencapai tingkat intermediate cooking skill, membutuhkan tak hanya kecakapan namun juga kerja keras yang sangat banyak.

Dulu pada saat berada dalam Sarang Litvart, Weed terus menyajikan masakan untuk 32 orang 3 kali sehari, 96 masakan tiap hari, dan total 3000 mangkuk sup daging. Lalu, ia membuka kios restoran untuk menyiapkan dan menjual makanan di Serabourg.

Sekarang ketika ia memasak untuk ratusan orang di perjalanan, ia mengira-ngira bahwa ia paling tidak telah menyajikan 10 ribu masakan. Menganggap seseorang makan 3 kali sehari, butuh 90 sajian untuk sebulan, dan sekitar 1080 sajian untuk setahun penuh.

Weed telah menyajikan makanan setara 10 tahun yang bisa seseorang capai untuk mendapat tingkat intermediate cooking skill, jadi jika kau masih belum mengerti, lupakan sajalah. Memasak sebagai hobi tak bisa dibandingkan dengan menyiapkan ribuan makanan untuk mendapatkan EXP untuk cooking skill.

Sekalipun sculptural art adalah yang terbaik untuk meningkatkan handicraft skill, Weed takut ia akan mendapat perhatian yang tak ia inginkan dengan membuat patung dalam perjalanan. Memasak dapat diterima lebih gampang, ia mendapat uang, dan juga mendapat rasa syukur, atau respek, dari orang lain.


***

Pasukan akhirnya dapat melihat Desa Baran.

"Kita hampir sampai."

"Monster seperti apa yang kira-kira ada disana? Aku tak sabar untuk melawan mereka."

Sambil mengobrol kecil, Irene dan Surka berjalan, ketika Weed, yang telah selesai memasak, melihat ke arah langit. Tak ada apa-apa kecuali awan putih yang berlayar di langit biru.

'Aku tahu ini. Kota Langit hanyalah mitos belaka. Aku terganggu oleh sebuah mitos bodoh. Desa Baran— buku itu berkata bahwa itu adalah tempat terakhir yang memiliki hubungan dengan Kota Langit. Karena itulah aku bergabung dengan quest ini, namun ternyata aku salah.'

Sedikit harapan yang ia miliki telah hilang. Ketika pasukan berjalan di dekat Desa Baran, Darius berteriak:

"Berhenti!"

Darius memerintahkan seluruh pasukan untuk berhenti seketika. Ketika Weed yang ada di barisan belakang maju ke arah depan, ia melihat seorang pria tua dengan pakaian yang lusuh dan beberapa anak-anak terseok-seok ke arah pasukan.

"Apa urusanmu?" tanya Darius; ia bahkan tak turun dari kudanya— hanya Darius dan anak buahnya lah player yang menggunakan kuda.

"Salam, komandan yang terhormat. Kami adalah orang yang selamat dari Desa Baran," kata orang tua itu. "Namaku Ghandilva, tetua dari desa itu. Baru-baru ini aku mengirim Jacksom untuk melaporkan bencana yang telah dialami desa kami kepada Yang Mulia Raja untuk meminta pertolongan. Aku harap anda adalah orang yang akan menyelamatkan kami dari kesusahan ini."

"Ya," kata Darius.

Ghandilva adalah tetua dari Desa Baran, dan anak-anak ketakutan yang mengikutinya telah berhasil melarikan diri dari desa dengannya ketika diserang oleh para lizardmen.

"Kami akan mengambil alih Desa Baran sebentar lagi," kata Darius pada Ghandilva. "Jadi tenanglah dan tunggu beberapa saat untuk datang kabar yang baik."

"Aku senang mendengarnya, komandan yang terhormat. Omong-omong, aku punya permintaan pribadi..."

"Apa itu?"

"Tolong selamatkan orang-orang kami yang ditangkap oleh makhluk menjijikkan itu. Itu adalah permohonan terakhir dari orang tua yang rendah ini."

Ghandilva memohon dengan tangis. Mata Darius bersinar.

"Apa ini sebuah quest?"

"Ya, ini adalah quest dari desa kamu, komandan yang terhormat," kata Ghandilva.

"Hadiah apa yang bisa kau berikan?"

Darius bertanya terang-terangan. Sebagai player berlevel tinggi, Darius tak mau menerima segala quest yang ditawarkan padanya. Terlalu banyak quest yang tersedia, dan kebanyakan dari mereka hanya membuang waktu sia-sia. Ghandilva tampak sedih.

"Kami tak punya barang yang berharga, tuan. Hanya ini yang bisa kuberikan..." Ghandilva menunjukkan sebuah biji tumbuhan.

"Seperti yang aku kira. Hadiah apa yang bisa kuharapkan dari orang tua yang kehilangan desanya oleh lizardmen yang lemah? Tak ada harta karun, tak ada item," kata Darius.

Darius mencibir keji. Ia pikir orang tua itu datang padanya untuk membuat masalah sebelum ia mengusir para lizardmen keluar dari desa.

"Kalau begitu aku akan mengambil alih desanya dengan cepat, dan jika kami punya waktu setelah pertempuran, aku secara pribadi akan memerintahkan beberapa pasukan untuk menyelamatkan para korban yang diculik," kata Darius. "Kami tak bisa juga membayangkan dengan pasti bahwa para tahanan yang diculik oleh lizardmen masih hidup sekarang. Jangan mencoba kesabaranku, orang tua."

Darius berlari meninggalkan Ghandilva dengan kejam. Beberapa player di dalam pasukan memanggil nama pemimpin mereka, namun tak ada yang berani untuk menolong tetua itu. Ghandilva jatuh dalam keputusasaan. Lalu, seseorang menggenggam tangannya yang keriput.

Ia adalah Weed.

No comments:

Post a Comment